JAKARTA - Juru bicara Partai Demokrat KLB Deli Serdang, Muhammad Rahmad, menilai dua orang saksi ahli hukum tata negara yang dihadirkan kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam sidang gugatan di PTUN Jakarta, tidak memahami objek gugatan.
Keduanya adalah Zainal Arifin Mochtar dan Margarito Kamis. Menurut Rahmad, baik Zainal maupun Margarito berpendapat dalam sidang sesuai order kubu AHY bukan berdasarkan ilmu hukum tata negara yang dimilikinya.
"Ketika saya mengamati jalannya persidangan, memang kelihatan sekali jika Zainal Arifin Mochtar dan Margarito Kamis tidak memahami persoalan yang menjadi objek gugatan. Sepertinya, yang bersangkutan hanya menyampaikan pendapat sesuai orderan saja, bukan sesuai dengan ilmu akademisnya," ujar Rahmad kepada wartawan, Jumat, 22 Oktober.
Misal, lanjutnya, soal penolakan oleh Menkumham yang digugat KLB Deli Serdang ke PTUN. Zainal menyebut soal itu mestinya diselesaikan di internal partai.
"Zainal sepertinya tidak membaca dan memahami UU PTUN dan objek hukum apa saja yang menjadi wewenang PTUN," jelas Rahmad.
Rahmad mengatakan, objek gugatan KLB Deli Serdang adalah Keputusan Menkumham. Karenanya menurut ketentuan UU PTUN, kata dia, persoalan itu ditangani oleh PTUN, bukan oleh internal partai.
"Ini salah satu bukti jika Zainal hanya mengikuti orderan majikannya saja, bukan mengikuti alur pengetahuan akademisnya," ujar Rahmad.
Sementara soal tuduhan Zainal yang menyebut partai oposisi selalu dipecah atau dilemahkan oleh pemerintah yang berkuasa, menurut Rahmad, itu juga tidak ada bukti ilmiahnya. Menurutnya bila yang disampaikan Zainal itu benar, maka permohonan pengesahan Pengurus KLB Deli Serdang tidak akan ditolak Menkum HAM.
"Sekali lagi, yang disampaikan Zainal asbun dan jauh dari nilai-nilai akademis. Zainal seperti seorang politisi ketimbang seorang ahli hukum," kata dia.
Sebelumnya, kuasa hukum Kubu Moeldoko Rusdiansyah, juga mengkritik ahli dari Partai Demokrat (PD) dalam sidang di PTUN Jakarta, yakni Zainal Arifin Mochtar dan Margarito Khamis. Dia menilai Zainal Arifin dan Margarito tidak memahami objek gugatan.
"Kedua saksi ahli yang dihadirkan kubu AHY di sidang gugatan PTUN Nomor 150 sepertinya tidak memahami objek gugatan klien kami atas Kemenkumham, dan tidak membaca atau tidak mengerti isi AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020," kata Rusdiansyah dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 22 Oktober.
"Keterangan yang mereka berikan tidak terkait dengan substansi gugatan. Mereka tampil seperti politisi, bukan layaknya sebagai akademi," imbuhnya.
Seperti diketahui, Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menghadirkan dua orang saksi ahli hukum tata negara dalam sidang gugatan di PTUN Jakarta, Kamis, 21 Oktober. Keduanya adalah Zainal Arifin Mochtar dan Margarito Kamis.
BACA JUGA:
Zainal mengungkapkan, sejarah mencatat bahwa di Indonesia partai yang tiba-tiba mengalami perpecahan adalah oposisi pemerintah yang sedang berkuasa.
"Selalu yang dirusak adalah partai oposisi. Entah kebetulan atau tidak tapi biasanya oposisi, Itu bahaya sekali untuk demokrasi, makanya saya harus ingatkan," kata Zainal Arifin Mochtar di lobi PTUN Jakarta, Kamis, 21 Oktober.
Menurut dia, mekanisme demokrasi tidak seharusnya dipaksakan diselesaikan di pengadilan. "Mekanisme demokrasi harusnya diselesaikan dengan mekanisme demokrasi. Jangan paksa mekanisme demokrasi itu diselesaikan di pengadilan karena bahaya. Kenapa? Sebab kita akan menggeser dari negara demokrasi itu menjadi apa yang disebut orang menjadi juristokrasi, negara yang segalanya diputus pengadilan," jelas Zainal.
Zainal menjelaskan, mekanisme demokrasi tersebut adalah penyelesaian internal partai sesuai ketentuan UU.
"Cukup diselesaikan di internal partai, jangan dipaksakan keluar. Bahaya kalau kita biasakan terus menerus seperti ini itu bisa merusak selain negara demokrasi juga merusak demokrasi itu sendiri. Harus ada yang namanya oposisi," jelas pria yang akrab dipanggil Ucheng tersebut.