JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar mengatakan bahwa Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dapat memberi kejelasan hukum bagi korban pinjaman online ilegal yang mengalami kebocoran data pribadi.
“Nanti di sana (UU PDP, red.) ada kejelasan apa saja hak subjek data yang dilindungi dan ke mana harus mengadu apabila terjadi penyalahgunaan atau pelanggaran terkait penggunaan data-data pribadi nasabah,” kata Wahyudi Djafar dilansir Antara, Rabu, 20 Oktober.
Selain itu ia berharap agar ada kejelasan mengenai langkah apa saja yang harus dilakukan nasabah yang mengalami kebocoran data pribadi, serta dapat mempertanyakan kenapa data yang diserahkan oleh subjek data kepada pengendali data --dalam hal ini, penyedia layanan pinjaman online-- bisa dikuasai penagih utang.
“Nasabah bisa mempertanyakan hal-hal itu setelah RUU PDP disahkan,” ucap dia.
Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menyiapkan berbagai perangkat untuk menindaklanjuti aplikasi pinjaman online ilegal, meskipun tingkatnya baru di tahap peraturan OJK.
“Ini akan berbeda ketika, misalnya, ada aturan yang lebih rigid dan kuat di tingkat undang-undang melalui UU PDP ini,” ucap dia.
BACA JUGA:
UU PDP, kata Wahyudi, seharusnya mencantumkan kewajiban apa saja yang diemban para pengendali dan pemroses data ketika melakukan pengumpulan dan memproses data pribadi dari subjek data.
Pengendali dan pemroses data yang dimaksud Wahyudi, dalam hal ini, adalah para penyedia layanan teknologi finansial berupa peer-to-peer lending atau yang umum dikenal dengan jasa pinjaman online.
Padahal, tuturnya, layanan teknologi finansial memiliki tujuan untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih inklusif. Perkembangan yang tidak dibarengi dengan instrumen pengamanan yang lebih ketat justru mengakibatkan tujuan tersebut tidak tercapai.
“Malah berdampak pada situasi-situasi negatif akibat tidak adanya kejelasan aturan yang mengikat terhadap seluruh pengendali data,” kata Wahyudi.