Biofarma Jelaskan Alasan Uji Klinis Vaksin Sinovac Baru Dilaksanakan di Awal Agustus
Ilustrasi vaksin COVID-19 (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Corporate Secretary Bio Farma Bambang Heriyanto menjelaskan alasan mengapa uji klinis tahap ketiga vaksin COVID-19 hasil kerja sama dengan perusahaan China, Sinovac yang melibatkan ribuan relawan tak bisa langsung dilakukan. 

Menurut dia, meski sudah datang sejak Minggu, 14 Juli yang lalu, namun 2.400 dosis vaksin yang didatangkan dari China itu harus dikarantina terlebih dahulu.

"Tidak bisa digunakan secara langsung karena harus dikarantina dulu. Kemudian ada beberapa tes atau uji untuk mngonfirmasi bahwa vaksin ini masih bagus setelah menempuh perjalanan," kata Bambang dalam sebuah diskusi yang ditayangkan secara daring di YouTube, Minggu, 26 Juli.

Adapun proses karantina tersebut, kata Bambang, akan dilakukan minimal dua minggu sejak vaksin tiba di Indonesia. Sehingga, diperkirakan proses uji klinis yang bakal melibatkan 1.620 relawan yang disiapkan oleh FK Universitas Padjajaran baru bisa dilaksanakan di awal Agustus mendatang.

"Vaksin ini ada di kami dan nanti setelah tim uji klinis dari FK Unpad siap untuk melakukan uji, vaksin akan kami berikan ke tim uji klinis FK Unpad," ujarnya.

Bambang menjelaskan, vaksin yang datang dari China tersebut sudah dalam bentuk dosis satuan yang siap disuntikkan kepada para relawan yang ikut di dalam uji klinis tersebut. "Dosisnya sudah dosis tunggal, tinggal pakai jadi kemasannya itu kita sebut PFS, Pre Fill Syringe," jelasnya.

"Jadi vaksinnya sudah ada di dalam kemasan jarum suntik jadi tinggal disuntikkan kepada relawan," imbuhnya.

Lebih jauh, epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menjelaskan sistem kerja dalam uji klinis tahap ketiga tersebut. 

Kata dia, dalam tahapan ini, vaksin dilihat kembali keefektifannya dalam memberikan proteksi dari ancaman virus, terutama COVID-19. Harapannya, pada tahap ini vaksin bisa efektif memerangi virus hingga 70 persen. 

"Harapannya dia memberikan efektivitasnya lebih dari 70 persen. Kalau masih di bawah 50 persen berarti belum efektif," tegasnya.

Ahli ini juga menjelaskan uji klinis tersebut harus diikuti oleh relawan dalam jumlah besar agar efektivitasnya bisa makin terlihat. "Karena kalau sampelnya kecil efek sampingnya tidak terdeteksi tapi pada sampel besar itu efek sampingnya lebih terdekteksi," ujarnya.

"Kemudian reaksi positif atau negatifnya mungkin bervariasi dari berbagai jenis etnis dan suku bangsa. karena kita punya ras dan genetik yang berbeda," imbuh Pandu.

Sebelumnya, pemerintah secara resmi mengumumkan adanya kerja sama Bio Farma dengan perusahaan farmasi Sinovac Tech dari Cina untuk melakukan uji klinis fase ketiga di Indonesia. Uji klinis Sinovac tersebut tidak hanya dilakukan di Indonesia tetapi juga di beberapa negara lain seperti Brasil dan Bangladesh.