JAKARTA - Mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lakso Anindito baru sempat membereskan meja kerjanya di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan hari ini. Padahal dia telah didepak bersama puluhan pegawainya sejak 30 September lalu.
Hal ini terjadi karena dia menjadi orang terakhir yang dinyatakan tak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) setelah mengikuti susulan karena baru saja pulang dari menempuh pendidikan di luar negeri.
"Jadi saya diberitahukan kurang dari 24 jam ya untuk diberhentikan dari KPK (pada, red) 29 September. Sehingga saya memang baru bisa menyelesaikan untuk beres-beres dan mengembalikan laptop dan lain-lain hari ini," kata Lakso kepada wartawan.
"Saya ke KPK untuk membereskan semua hak yang belum beres baik secara administrasi maupun lainnya," imbuhnya.
Lakso lantas menyinggung soal pemberhentian dirinya yang terkesan mendadak. Kata dia, TWK dan proses lanjutannya tidak akuntabel dan transparan.
Selain itu, menurutnya proses ini juga tidak didasarkan pada prinsip hak asasi manusia juga proses good governance. "Karena itulah teman-teman semua bisa dilihat, tidak satu pun perusahaan di muka bumi ini dan juga instasni pemerintah yang memberhentikan pegawainya kurang dari 24 jam tapi itu terjadi pada saya," ungkapnya.
Dia kemudian sempat menjelaskan tes yang dilaksanakannya beberapa waktu lalu. Menurut Lakso, ada perbedaan waktu pelaksanaan wawancara antara dia dan dua koleganya yang sama-sama mengikuti susulan.
Tak hanya itu, saat wawancara pun dia mendapatkan pertanyaan mengenai revisi UU KPK dan polemik TWK yang sudah lebih dulu terjadi. "Waktu wawancara saya memang menyinggung temuan Komnas HAM dan Ombudsman," ujar Lakso.
Namun, ia tak menyangka jawaban yang diberikannya pada asesor itu justru berujung pada pemberhentian sebagai pegawai KPK karena ia tak lolos TWK.
Lakso pun akhirnya merasa ia dibedakan dengan dua orang lain yang ikut TWK susulan. "Pasti (merasa dibedakan, red) karena saya melihat kalau basic wawasan kebangsaan sebagaimana disampaikan Komnas HAM hanya sebagai sarana meligitimasi. Itu bukan pernyataan saya tapi Komnas HAM," tegasnya.
"Dan dilihat dari durasi wawancara pun saya agak beda ketika teman-teman kurang dari tiga jam sementara saya tiga jam untuk sesi wawancara," imbuh Lakso.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, 58 pegawai dinyatakan tak bisa lagi bekerja di KPK karena mereka gagal menjadi ASN sesuai mandat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 per akhir September kemarin.
Para pegawai tersebut di antaranya penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, penyelidik KPK Harun Al-Rasyid, serta puluhan nama lainnya.
Selain itu, ada juga penyidik muda Lakso Anindito yang gagal setelah ikut tes susulan karena baru selesai bertugas. KPK berdalih mereka tak bisa jadi ASN bukan karena aturan perundangan seperti Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 melainkan karena hasil asesmen mereka.