JAKARTA - Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2020 tentang perubahan Ketiga atas Peraturan MESDM Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Mineral Logam (HPM) dan Harga Patokan Batubara (HPB). Di dalam aturan ini pemerintah juga menerapkan sanksi bagi pihak yang melanggar.
Penetapan HPM Logam dalam Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020 tersebut telah mempertimbangkan Harga Mineral Acuan (HMA) yang berlaku secara internasional.
Plt. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, ada beberapa substansi pokok yang diatur dalam Permen tersebut. Pertama, penetapan HPM dan HPB ditetapkan dengan mempertimbangkan pasar internasional, peningkatan nilai tambah, dan kaidah pertambangan yang baik.
Kedua, HPM bijih nikel ditetapkan sebagai harga batas bawah. Transaksi dapat dilakukan di bawah harga, dengan selisih tidak lebih dari 3 persen. Untuk mengantisipasi perbedaan kutipan harga atau penalty mineral pengotor, seperti kadar Fe dan Mg yang melebihi standar. Ketiga, Permen ESDM tersebut juga menentukan, dalam melakukan pembelian bijih nikel, pihak lain wajib mengacu pada HPM.
"Keempat, penambahan publikasi harga timah mengacu pada Jakarta future exchange dari sebelumnya hanya Bursa Komoditi dan Derivatif indonesia alias Indonesia Commodity and Derivative Exchange (ICDX)," katanya, dalam video conference bersama wartawan, Senin, 20 Juli.
Kelima, formulasi HPM dan HPB pada saatnya ditetapkan perbulan melalui Kepmen ESDM. Keenam, di lapangan verifikasi kualitas dan kuantitasnya wajib dilakukan oleh surveyor pelaksana, yang akan menerbitkan laporan hasil verifikasi (LHV).
"Ketujuh, yang menunjuk surveyor dalam Permen ini adalah Dirjen Minerba, yang akan menetapkan surveyor sebagai verifikator penjualan mineral dan batubara di lapangan," tuturnya.
BACA JUGA:
Kedelapan, penjualan dalam negeri wajib menunjuk surveyor sebagai wasit (umpire) apabila terjadi perbedaan hasil analisa antara kualitas mineral antara penjual dan pembeli. Kemudian, yang kesembilan, ketentuan formula HPM dan HPB itu juga diatur dalam Permen ini dapat ditinjau setiap 6 bulan.
"Jadi kalau misalkan kami terbitkan bulan Februari tambah 6 bulan evaluasinya sekitar bulan Oktober," katanya.
Kesepuluh, sanksi bagi yang tidak mengacu HPM dan HPB. Sanksi berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, hingga pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Kemudian Sanksi administrasi dikenakan kepada pemegang IUP yang melakukan penjualan di bawah HPM.
"Juga kepada pihak lain yang melakukan pembelian dibawah HPM, setelah koordinasi dengan Kementerian terkait seperti Kemenperin," tuturnya.
Terakhir, kesebelas, Permen ini secara Undang-Undang diberlakukan terhitung 30 hari setelah diundangkan pada 14 April 2020.
"Aturan ini juga bertujuan untuk menciptakan tata niaga dalam sub sektor bidang mineral dan batubara dalam menuju keadilan, kompetitif dan transparan kepada para pelaku usaha penambang dan smelter terutama komoditas nikel," ucapnya.