Kampanye di Tengah Pandemi COVID-19 Hanya Boleh Diikuti 50 Orang
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (Foto: Humas Kemendagri)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan, gelaran kampanye Pilkada 2020 di tengah pandemi COVID-19 hanya boleh menghadirkan massa sebanyak 50 orang. Jika ada calon kepala daerah yang melanggar, Bawaslu akan menindaknya secara tegas.

"Saya sudah sampaikan kepada Dirjen Polpum dan Dirjen Otda sampaikan kepada KPU, tegas saja. Rapat umum tidak boleh lebih dari 50 orang. Kalau ada yang tidak bisa mengendalikan lebih dari 50 orang, Bawaslu langsung satu kali dua kali bila perlu tiga kali tidak bisa mengendalikan, diskualifikasi," kata Tito seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin, 20 Juli.

Meski begitu, mantan Kapolri ini meminta pihak aparat penegak hukum yaitu TNI dan Polri tetap jeli dalam melihat kondisi di lapangan saat kampanye berlangsung. 

Sebab, bukan tak mungkin kerumunan tersebut sengaja disusupkan oleh pihak lawan pasangan calon atau pihak lain dengan tujuan mengganggu keamanan.

"Kalau itu disusupkan untuk mengganggu supaya dia kena semprit bisa juga relawan politiknya tangkap ini yang mengganggu itu," tegasnya.

Dia meminta harus ada penegasan aturan KPU sehingga pendukung calon kepala daerah wajib mengikuti protokol kesehatan seperti penggunaan masker, face shield, baju pelindung dan lainnya. 

Tito berharap peserta pilkada dapat mengubah alat kampanye mereka menjadi masker ataupun hand sanitizer yang ditempeli nomor urut mereka di Pilkada 2020 mendatang. Sehingga, persebaran masker dan hand sanitizer di tengah masyarakat semakin masif untuk mencegah penyebaran COVID-19.

"Kalau satu kontestan saja membagi 100 ribu masker saya sudah hitung berarti 54 juta masker. Luar biasa. Itu handsanitizer dia bagi juga misalnya 50 ribu, dibagikan ini, 2 alat utama," ujarnya.

Lebih lanjut, Tito meminta masyarakat memilih calon kepala daerah yang sungguh-sungguh dan punya kemampuan dalam menangani pandemi COVID-19 di daerah tersebut.

Selain itu, masyarakat harus memilih kelala daerah yang mampu membuat strategi demi membangkitkan ekonomi dan menyelesaikan dampak sosial akibat pandemi tersebut. Sebab, jangan sampai mereka yang terpilih saat Pilkada 2020 adalah mereka yang tidak memiliki kemampuan.

"Apalagi kalau sudah tidak memiliki kemampuan yang cukup dan tidak mempunyai konsep strategi penanganan. Setelah itu tidak mau lagi menangani, itu berantakan. Pasti konfliknya akan melebar kemana-mana, bingung, rakyat jadi korban," pungkasnya.