Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyiapkan posisi pelaksana tugas (plt) dan pejabat sementara (pjs) jelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020.

Mendagri Tito Karnavian menyebut, skema plt dan pjs diperlukan untuk mengantisipasi kekosongan jabatan kepala daerah yang kembali mengikuti kontestasi politik tersebut.

“Bagi kepala daerah yang tidak maju dia tetap menjabat, kalau kepala daerah maju maka wakilnya yang menjadi plt, kalau dua-duanya pasangannya maju maka harus diganti dengan pjs,” kata Tito dalam Rakor Kesiapan Pilkada Serentak 2020 di Aula Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Jumat, 17 Juli.

Aturan penyediaan plt dan pjs mengacu pada Pasal 65 dan 66 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).

Kata Tito, Plt dijabat Wakil Gubernur, Wakil Bupati dan Wakil Walikota, apabila, Gubernur, Bupati dan Walikota di suatu daerah sedang berhalangan sementara.

BACA JUGA:


Sementara itu, Pjs dipilih jika pada saat pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah petahana maju kembali dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada), ada kewajiban untuk cuti sepanjang masa kampanye.

“Pjs nanti akan diajukan kepada Kemendagri, nanti Kemendagri akan menentukan,” tutup Mendagri.

Seperti diketahui, ada 270 daerah yang terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota yang akan menggelar Pilkada Serentak 2020.

Sebanyak 70 daerah diprediksi memiliki potensi kepala daerah maju kembali mencalonkan diri sebagai calon petahana. Rinciannya, ada 7 gubernur, 7 wakil gubernur, 181 bupati, 221 wakil bupati, 29 wali kota, dan 29 wakil wali kota.

Rencananya, pelaksanaan hari pemungutan suara dijadwalkan pada 9 Desember 2020. Meski demikian, jadwal tersebut bisa saja kembali ditunda jika kondisi darurat bencana COVID-19 belum berakhir.

"Namun apabila pada saat pemilihan kondisi kedaruratan bencana wabah COVID-19 masih belum selesai atau meningkat, pilkada serentak dapat dijadwalkan kembali atas persetujuan bersama antara KPU, pemerintah, dan DPR," kata Tito.

Payung hukum pelaksanaan Pilkada 2020 telah disahkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 yang kini menjadi Undang-Undang.

Terdapat sejumlah perubahan yang terjadi dalam UU Pilkada yang mengatur soal penundaan pilkada karena adanya bencana nonalam skala nasional. Ada tiga pasal yang menadapat perubahan, antara lain sebagai berikut.

Pasal 120 diubah menjadi:

(1) Dalam hal pada sebagian wilayah pemilihan, seluruh wilayah pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilihan atau pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan pemilihan lanjutan atau pemilihan serentak lanjutan.

(2) Pelaksanaan pemilihan lanjutan atau pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari tahapan penyelenggaraan pemilihan atau pemilihan serentak yang terhenti.

Di antara Pasal 122 dan Pasal 123 disisipkan 1 pasal, yakni Pasal 122A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 122A

(1) Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 dilaksanakan setelah penetapan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan serentak dengan Keputusan KPU diterbitkan.

(2) Penetapan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan serentak serta pelaksanaan pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu pelaksanaan Pemilihan serentak lanjutan diatur dalam peraturan KPU.

Di antara Pasal 201 dan Pasal 202 disisipkan 1 pasal, yakni Pasal 201A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 201A

(1) Pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat (6) ditunda karena terjadi bencana nonalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1).

(2) Pemungutan suara serentak yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada bulan Desember 2020.

(3) Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (21) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A.