Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Yudi Purnomo Harahap pamit setelah diberhentikan akibat tak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Lewat cuitan di akun Twitternya @yudiharahap46, dia mengunggah foto berisi salam perpisahannya.

"Ini hari terakhir saya bekerja di KPK. Mohon maaf jika ada salah kata dan pebuatan selama 14,5 tahun ini," kata Yudi dalam unggahan foto tersebut, Kamis, 30 September.

Dia mengucapkan terima kasih terhadap doa dan dukungan semua pihak. Yudi kemudian pamit karena mulai Jumat, 1 Oktober besok dia bukan lagi bagian dari pegawai KPK.

"Ini bukan kata perpisahan hanya pengumuman. Jadi jangan sedih. Besok saya sudah lepas dari segala hak dan kewajiban sebagai pegawai KPK," ungkapnya.

Meski begitu, Yudi belum memutuskan akan berlabuh ke mana setelah dirinya didepak dari KPK. "Saya mau menikmati dulu hari bersama keluarga dan juga sahabat-sahabat yang jarang bertemu," tegasnya.

Sebelum menutup surat perpisahannya itu, Yudi mengatakan langkahnya untuk memberantas korupsi di KPK boleh saja berhenti di era kepemimpinan Firli Bahuri dkk.

"Tapi semangat memberantas korupsi tak boleh mati justru harus bangkit dalam banyak arti. Sekali lagi mohon maaf jika belum banyak berkontribusi bagi Indonesia kita tercinta," ungkapnya.

"Namun yakinlah bahwa saya tetap akan bekerja bagi negeri ini seperti saat menjadi penyidik ketika memberantas korupsi selama ini," imbuh Yudi.

Diberitakan sebelumnya, 58 pegawai dinyatakan tak bisa lagi bekerja di KPK karena mereka tak bisa menjadi ASN sesuai mandat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 per akhir September mendatang. Para pegawai tersebut di antaranya penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, penyelidik KPK Harun Al-Rasyid, serta puluhan nama lainnya.

Komisi antirasuah berdalih ketidakbisaan mereka menjadi ASN bukan karena aturan perundangan seperti Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 melainkan karena hasil Asesmen TWK mereka. Tak hanya itu, KPK juga memastikan para pegawai telah diberikan kesempatan yang sama meski mereka telah melewati batas usia atau pernah berhenti menjadi ASN.

Hanya saja, keputusan itu menimbulkan polemik mengingat ditemukannya sejumlah maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam proses TWK oleh Ombudsman RI. Tak hanya itu, Komnas HAM juga menemukan adanya pelanggaran 11 hak para pegawai.

Sehingga, hal ini menjadi polemik karena KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak mau menindaklanjuti tindakan korektif maupun rekomendasi yang masing-masing dikeluarkan oleh Ombudsman RI dan Komnas HAM.

Selain itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga diam saja terhadap rekomendasi yang telah diberikan dua lembaga itu dan berdalih tak ingin ditarik dalam masalah kelembagaan.