JAKARTA - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Rahmad Handoyo, mengaku kehilangan sosok senior sekaligus juga pendiri PDIP Sabam Sirait, yang meninggal pada Rabu, 29 September.
Menurutnya, sangat sulit untuk menemukan tokoh sekaliber Sabam Sirait untuk saat ini. Dikatakan Rahmad, pemikiran Sabam terus hidup mulai dari kepartaian dari masa Parkindo, deklarasi fusi sampai termasuk salah satu pendiri PDIP.
Anggota Komisi IX DPR ini berharap, pemikiran Sabam soal kebangsaan dapat menjadi warisan bagi para kader bangsa agar bisa meneruskan perjuangannya untuk terus menjaga NKRI yang indah, besar, penuh keberagaman dan persatuan.
"Tentu kami kehilangan, dan sekarang bagaimana kita merawat pemikiran kebangsaan ini. Sehingga kita terus jadi bangsa dan besar dan terus bersatu ditengah keberagaman yang indah ini," kata Rahmad.
BACA JUGA:
Meski demikian, pihak keluarga tak menjelaskan lebih lanjut penyebab kematian Sabam Sirait.
Sabam meninggalkan istri, empat anak, dan delapan cucu. Ia lahir di Tanjungbalai, Sumatera Utara, pada 13 Oktober 1936, Sabam mulai aktif di dunia politik sejak medio 1960-an.
Ia sempat menjadi pejabat Sekretaris Jenderal Partai Kristen Indonesia (Parkindo) periode 1963-1967 dan resmi menjadi sekjen pada 1967-1973.
Pada 10 Januari 1973, Sabam ikut mendirikan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan menjadi sekjen partai tersebut selama tiga periode dari 1973 hingga 1986.
Setelah itu, ia mendirikan PDI Perjuangan pada September 1998. Ia lantas menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDI Perjuangan pada 1998-2008.
Sebelum meninggal dunia, Sabam masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah RI periode 2019-2024.
Selama kariernya, Sabam juga pernah mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputra Utama.