Andi Merya Nur Terjerat OTT KPK, Gerindra Sultra Bantah Jadi Partai 'Habis Manis Sepah Dibuang'
Gerindra Sultra saat konferensi pers terkait adanya kader yang terjaring OTT KPK (ANTARA/HO)

Bagikan:

SULTRA - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Sulawesi Tenggara (Sultra) menegaskan, kasus hukum yang menimpa Bupati Kabupaten Kolaka Timur Andi Merya Nur tidak berkaitan dengan partai.

"Jadi saya sampaikan ini masalah pribadi dari Bupati Koltim sendiri dan tidak ada kaitannya dengan partai," kata Ketua DPD Gerindra Sultra, Andi Ady Aksar di Kendari dilansir dari Antara, Rabu, 29 September. 

Saat ini pihaknya telah menonaktifkan sementara status Andi Merya sebagai salah wakil ketua DPD Partai Gerindra Sultra. Hal itu telah disampaikan di hadapan seluruh pengurus Partai Gerindra Kabupaten Kolaka Timur. Termasuk konsultasi ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) untuk proses lebih lanjut. 

Ke depan akan ada dua opsi yang bakal diputuskan. Pertama, sambung Andi, apakah dinonaktifkan langsung atau Andi Merya Nur diminta mundur.

"Kami juga ingin menepis isu yang beredar bahwa kami disebut sebagai partai habis manis sepah dibuang. Kami menghormati proses hukum yang berlangsung," ujar dia menegaskan.

Pada Selasa, 21 September sekitar pukul 20.00 WITA, KPK melakukan operasi tangkap tangan kepada Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur (AMN) bersama lima orang lainnya di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.

Atas kasus itu, KPK telah menetapkan dua orang tersangka yakni Bupati dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kolaka Timur Anzarullah (AZR).

KPK menetapkan kedua tersangka terkait dua proyek pekerjaan di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kolaka Timur.

Atas proyek itu, Bupati Kolaka Timur diduga meminta uang Rp250 juta dari Kepala BPBD setempat.

"Sebagai realisasi kesepakatan, AMN diduga meminta uang sebesar Rp250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan AZR itu," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (22/9).

Untuk proses penyidikan, KPK menahan Andi Merya dan Anzarullah untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 22 September 2021 sampai dengan 11 Oktober 2021 di Rutan KPK.

Andi Merya Nur selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.