JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Plt Kadis PU yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan KPA pada Dinas PUPRT Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalsel, Maliki sebagai tersangka. Penetapan dilakukan setelah dia terjaring operasi tangkap tangan (OTT).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyoroti ulah pejabat daerah yang korupsi. KPK kembali mengultimatum para pejabat daerah agar tak korupsi.
“Dalam upaya memperkuat tata kelola pemerintahan yang bersih, KPK berharap tidak ada lagi pejabat dan penyelenggara negara yang berkongkalingkong bersama swasta untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya,” kata Alexander dalam jumpa pers, Kamis, 16 September.
“KPK selalu mengingatkan kepada seluruh penyelenggara negara untuk melakukan tugas sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak merugikan rakyat. Karena sesungguhnya, penyelenggara negara digaji menggunakan uang rakyat dan sudah seharusnya bekerja untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bukan untuk melayani kepentingan pribadi atau kelompok tertentu,” papar Alexander.
Kronologi Kasus Korupsi Plt Kadis PU HSU
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan operasi senyap itu berawal sejak Rabu, 15 September. Saat itu pihaknya mendapat informasi dari masyarakat terkait adanya dugaan penerimaan uang yang sudah disiapkan oleh dua pihak swasta yaitu Marhaini dan Fachriadi yang kini juga ditetapkan sebagai tersangka.
Selanjutnya, tim yang mendatangi wilayah Hulu Sungai Utara mengikuti Mujib, orang kepercayaan dua pihak swasta tersebut yang tengah mengambil uang sebesar Rp170 juta di sebuah bank dan akan mengantarnya ke rumah Maliki.
Setelah uang diterima Maliki, KPK kemudian membawanya dan kemudian ditemukan lagi uang sebesar Rp175 juta dari pihak lain dan dokumen proyek. Sehingga total uang yang ditemukan KPK dalam operasi senyap ini mencapai Rp345 juta.
Alex kemudian memaparkan pemberian uang ini diawali dengan rencana Dinas PUPRT Kabupaten Hulu Sungai Utara untuk melakukan lelang dua proyek irigasi.
Proyek pertama adalah Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah dengan harga perkiraan sendiri mencapai Rp1,9 miliar. Sementara proyek kedua adalah Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam.
Hanya saja, sebelum lelang dilakukan, Maliki diduga lebih dulu menginformasikan syarat lelang pada dua pihak swasta yaitu Marhaini dan Fachriadi lalu sebagai gantinya mereka memberikan komitmen fee sebesar 15 persen.
"Saat awal dimulainya proses lelang untuk proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dimulai ada 8 perusahaan yang mendaftar. Namun hanya ada 1 yang mengajukan penawaran yaitu CV Hanamas milik Marhaini," ujar Alex.
Sementara terkait proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, hanya dua yang mengajukan penawaran yaitu CV Kalpataru milik Fachriadi dan CV Gemilang Rizki. Padahal, dalam proses lelang itu ada 12 perusahaan yang mendaftar.
Usai proses lelang berjalan perusahaan milik Marhaini dan Fachriadi masing-masing memenangkan dua proyek tersebut dengan nilai anggaran Rp1,9 miliar untuk tiap proyek.
Berikutnya, setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai diterbitkan surat perintah membayar pencairan uang muka yang ditindaklanjuti oleh BPKAD dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana/SP2D untuk dua perusahaan tersebut.
Dari hasil pencairan ini, keduanya menyerahkan uang sebesar Rp170 juta dan Rp175 juta dalam bentuk tunai.