Polisi Hentikan Kasus OTT Rektor UNJ, KPK: Itu Kewenangan Polda Metro Jaya
Lambang Komisi Pemberantasan Korupsi (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak ambil pusing terkait penghentian penyelidikan kasus dugaan korupsi pemberian uang tunjangan hari raya (THR) kepada pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan oleh Pejabat Universitas Jakarta (UNJ).

Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bidang penindakan Ali Fikri mengatakan, penghentian penyelidikan itu menjadi wewenang Polda Metro Jaya. 

"KPK sesuai ketentuan Pasal 11 UU KPK telah melimpahkan kasus tersebut kepada Polri dan penghentian penyelidikan tersebut menjadi kewenangan Polda Metro Jaya," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 9 Juli.

Dia mengatakan lembaga antirasuah juga menghargai upaya yang telah dilakukan oleh Polda Metro Jaya yang telah melakukan pemeriksaan terhadap 44 orang saksi dan dua ahli pidana terkait kasus dugaan korupsi tersebut.

"Bahwa penyerahan kepada APIP, sebelumnya KPK juga pernah melakukan yaitu ketika melakukan tangkap tangan bersama Bawas MA terhadap oknum di PN Jakarta Barat dan kemudian diserahkan kepada Badan Pengawas MA untuk ditindaklanjuti," tegasnya.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, pihaknya menghentikan penyelidikan kasus dugaan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) yang melibatkan Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Komarudin.

Menurut Yusri, penyelidikan kasus ini dihentikan karena sejauh ini pihaknya tidak menemukan indikasi pidana. Hal ini setelah pihaknya memeriksa saksi-saksi. Penghentian penyelidikan ini tertuang dalam Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP2-Lidik).

"Dengan tidak ditemukannya suatu peristiwa tindak pidana korupsi terhadap perkara a quo, maka penyelidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan penghentian penyelidikan dalam rangka kepastian hukum terhadap perkara ini," kata Yusri di Jakarta, Kamis, 9 Juli.

Dalam mengambil keputusan penghentian penyelidikan, sebanyak 44 orang termasuk dua ahli sudah dimintai keterangannya. Bahkan, selama peroses pemeriksaan, Bareskrim dan KPK turut serta mengawasinya.

"Dari pemeriksaan saksi ahli yang ada, dinyatakan bahwa perbuatan pidana ini tidak sempurna. Tidak masuk dalam unsur-unsur yang disangkakan," papar Yusri.

Adapun kasus ini bermula saat KPK menerima informasi pada 13 Mei, Rektor UNJ Komarudin meminta dekan fakultas dan lembaga di UNJ mengumpulkan uang masing-masing Rp5 juta melalui Dwi Achmad Noor. 

Selanjutnya, pada tanggal 19 Mei terkumpul uang sebesar Rp55 juta dari 8 Fakultas, 2 Lembaga Penelitian dan Pascasarjana. Uang ini selanjutnya akan diserahkan kepada Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti Kemendikbud dan beberapa staf SDM di Kemendikbud sebagai THR. 

Pada tanggal 20 Mei, Dwi membawa uang Rp37.000.000 ke kantor Kemendikbud. Selanjutnya, diserahkan kepada Karo SDM Kemendikbud sebesar Rp5 juta, Analis Kepegawaian Biro SDM Kemendikbud sebesar Rp2,5 juta, serta dua staf SDM Kemendikbud Parjono dan Tuti masing-masing sebesar Rp 1 juta.

Kemudian, Inspektorat Jenderal Kemendikbud memberi informasi kepada KPK adanya pemberian sejumlah uang. Selanjutnya, tim KPK bersama dengan tim Itjen Kemendikbud mengamankan Dwi beserta barang bukti berupa uang sebesar 1.200 dolar AS dan Rp27.500.000. 

Dalam kegiatan operasi tersebut, KPK menangkap tujuh orang, yakni Rektor UNJ Komarudin, Kabag Kepegawaian UNJ Dwi Achmad Noor, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ Sofia Hartati, Analis Kepegawaian Biro SDM Kemendikbud Tatik Supartiah, Karo SDM Kemendikbud Diah Ismayanti, Staf SDM Kemendikbud Dinar Suliya, dan Staf SDM Kemendikbud Parjono. 

Sayangnya, setelah berhasil mengamankan beberapa orang dari OTT itu, penyidikan kasus ini tidak dilakukan oleh KPK. Sebab, kasus ini diserahkan pada kepolisian. Alasannya dari orang yang ditangkap tidak ada unsur penyelenggara negara. Dengan begitu, KPK tidak berwenang untuk menanganinya.