Wakil Ketua KPK: Agama di Indonesia Tak Ada yang Membenarkan Penerimaan Gratifikasi
Ilustrasi gratifikasi (janeb13/Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengapresiasi Kementerian Agama karena menerbitkan buku berjudul Gratifikasi dalam Perspektif Agama. Ghufron berharap buku tersebut dapat menjelaskan lebih jauh soal pemberian hadiah, infak, sedekah, upah, dan jual beli yang kerap disamakan dengan gratifikasi.

Dia mengatakan, tak ada agama di Indonesia yang memperbolehkan pemberian gratifikasi. Sehingga dengan adanya buku tersebut, diharapkan masyarakat bisa memahami lebih jauh masalah gratifikasi dari sisi keagamaan.

"Agama di Indonesia tidak ada yang menerima gratifikasi. Pada prinsipnya hadiah sesama antar anak manusia itu boleh bahkan dianjurkan untuk saling memberi selama tidak berkaitan dengan jabatan, syarat, dan tujuan," kata Ghufron seperti dikutip dari website Kementerian Agama, Rabu, 8 Juli.

Lebih jauh, Ghufron menjelaskan, yang tidak boleh adalah pemberian kepada pejabat negara dengan maksud dan tujuan tertentu.

"Karena pemberian itu dikhawatirkan akan mempengaruhi ketika akan memutuskan kebijakan. Makanya dalam UU KPK Nomor 31 Tahun 1999 pemberian hadiah kepada pejabat itu dilarang," jelasnya.

Lagipula, gratifikasi atau pemberian kepada pejabat bisa menjadi investasi bagi si pemberi. Alasannya, si pemberi nantinya bisa mempengaruhi penerima di kemudian hari. Apalagi gratifikasi dan suap berbeda, karena tindakan suap diawali dengan perjumpaan fisik antara pemberi dan penerima suap untuk mencapai kesepakatan.

"Terima kasih kepada Kemenag yang telah memberikan gambaran dalam buku Gratifikasi dalam Perspektif Agama, supaya tidak terkesan kalau gratifikasi itu sama dengan hadiah. Infak dan sedekah itu beda dengan gratifikasi," pungkasnya.