Viral Dokter di Enrekang Sulsel Tak Percaya COVID-19, IDI Hingga MUI Minta Polisi Bergerak
Ilustrasi (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah tokoh di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, mendukung polisi dalam menegakkan hukum terkait pernyataan oknum dokter Andiany Adil yang mengaku tak percaya COVID-19.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Enrekang, Amir Mustafa, mengatakan, surat pernyataan yang beredar luas di media sosial khususnya di Enrekang membuat resah masyarakat karena keluar dari mulut seorang dokter.

"Kami mengimbau kepada masyarakat supaya tidak mudah percaya dengan surat pernyataan yang beredar luas itu karena bertentangan dengan situasi realitas yang terjadi," ujar Amir melalui keterangannya dilansir era.id, Senin, 6 September. 

Sejak lebih dari setahun pandemi di Indonesia dan hampir seluruh dunia, sudah banyak korban meninggal dunia akibat COVID-19. Menurutnya, dari realita yang terjadi di Indonesia dan negara-negara lain, pernyataan oknum dokter bernama Adiany Adil itu dinilai sangat bertentangan dengan ilmu kedokteran maupun situasi yang terjadi.

"Ini COVID-19 ada di semua negara dan sudah jadi pandemi. Pernyataan itu bertentangan dengan prinsip ilmu kedokteran. Karena itu, kami mengimbau kepada masyarakat untuk tidak usah resah dan tetap saja mengikuti saran pemerintah karena itu yang terbaik bagi kita semua," papar Amir.

Hal serupa juga diungkapkan Ketua GP Ansor Kabupaten Enrekang, Mukhlis. Ia bilang, pandemi masih berlangsung dan di Enrekang sudah banyak yang meninggal karena COVID-19. Rekan sejawat dari Adiany Adil juga menyampaikan hal sama, termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Enrekang.

IDI Cabang Enrekang mengatakan, permasalahan itu cukup meresahkan, mengingat yang bersangkutan merupakan salah satu anggota profesi kedokteran dan masih terdaftar sebagai anggota IDI Enrekang.

Namun secara fungsional, surat tanda registrasi (STR) yang bersangkutan sudah tidak berlaku sejak 2016, sehingga untuk praktik tidak bisa dilaksanakan dan harus memperpanjangnya.

"Statement yang dikeluarkan oleh yang bersangkutan jelas bertentangan dengan apa yang IDI pahami. Statement seperti itu akan berefek pada profesi kami sebagai seorang dokter," ujar Ketua IDI Enrekang, Hamrullah.

Menurutnya, dari segi personal, Andiany Adil memang sejak lama sudah dikenal memiliki watak yang keras dan sering berbeda pendapat dengan sejawatnya.

"Dari sejak dahulu memiliki watak yang cukup keras. Dokter Andiany itu belum memperpanjang STR sejak 2016 lalu," kata Hamrullah.

Kadis Kesehatan Kabupaten Enrekang, Sutrisno, mengatakan, dalam hal perbuatan yang dilakukan, Adiany Adil belum bisa dikatakan sebagai penderita gangguan kejiwaan. Tanpa adanya surat keterangan dari pihak berwenang, dalam hal ini dokter jiwa.

"Terhitung sejak bulan April yang bersangkutan tidak tercatat lagi sebagai mahasiswi di Fakultas Kedokteran Unhas Makassar sesuai dengan surat keputusan yang dikeluarkan oleh Dekan Universitas Hasanuddin. Yang bersangkutan sudah tidak pernah lagi hadir/masuk kerja dan sudah ada surat teguran dari Sekda Kabupaten Enrekang," jelasnya.

Menurut Sutrisno, Adiany Adil yang juga berstatus ASN Pemkab Enrekang itu tidak pernah melaporkan hasil kegiatan belajar mengajarnya di Unhas kepada Pemkab Enrekang. Yang mana kewajiban tersebut harus dilakukan setiap enam bulan sekali.

Pada saat mengikuti proses perkuliahan, Adiany Adil juga sering membuat kontroversi. Tingkah lakunya juga sering berbicara sendiri, dan pada saat menghadapi pasien sering berubah-ubah dan tidak mau menggunakan obat yang ada di rumah sakit.

"Berdasarkan perilakunya, yang bersangkutan saat ini sudah bisa dilakukan pemecatan, karena sudah tidak melaksanakan tugas selama satu tahun lebih," ujarnya.