Bagikan:

JAKARTA - Pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat berinisial MS mengaku sudah dua kali mencoba melaporkan rekan kerjanya yang melakukan tindakan pelecehan seksual dan perundungan atau bullying ke Polsek Gambir, Jakarta Pusat.

Pelaporan ini, kata dia, dilakukannya pada 2019 dan 2020. Hanya saja, dua laporan tersebut tak diseriusi petugas kepolisian yang berjaga.

Laporan ke polisi pada 2019 dilakukannya setelah MS merasa perlakuan rekan sekantornya yang lebih senior membuatnya stres, emosinya tak stabil, bahkan jatuh sakit. Sehingga, ia akhirnya memutuskan membuat pelaporan dan mendatangi Polsek Gambir.

Hanya saja, polisi yang bertugas di sana justru memintanya mengadukan lebih dulu tindakan pelecehan seksual dan bullying yang dialaminya kepada atasan. Tujuannya, agar permasalahan tersebut bisa diselesaikan secara internal.

"Petugas malah bilang, 'lebih baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan'," ungkap MS dalam pesan berantai yang dikutip Kamis, 2 September.

MS mengaku mengikuti saran itu dan mengadukan tindakan yang membuatnya trauma kepada atasan. Ia menceritakan perilaku seniornya itu dan membuatnya dipindahkan ke ruang lain.

"Tapi sejak pengaduan itu para pelaku mencibir saya sebagai manusia lemah dan si pengadu. Mereka sama sekali tak disanksi," katanya.

Para pelaku, sambung MS, juga masih terus melakukan bullying hingga dia mengalami trauma. Tak tahan, dia kembali mendatangi Polsek Gambir untuk kedua kalinya pada 2020 dan berharap agar laporannya di proses.

Tapi, ia harus gigit jari karena tak ada tanggapan yang memuaskan dari pihak kepolisian. Bahkan, polisi yang menerima kehadiran MS tidak menganggap serius atas laporannya.

"Tapi di kantor polisi, petugas tidak menganggap cerita saya serius dan malah mengatakan, 'begini saja pak, mana nomor orang yang melecehkan bapak, biar saya telepon orangnya.'," ungkapnya.

MS merasa kecewa karena laporan pelecehan seksual dan bullying yang dialaminya di lingkungan KPI Pusat justru tak diseriusi. Apalagi, yang dilakukannya itu sudah sesuai anjuran Komnas HAM di mana MS diminta melaporkan dugaan tindak pidana.

"Kenapa penderitaan saya diremehkan? Bukankah seorang pria juga mungkin jadi korban perundungan dan pelecehan seksual?," ujarnya.

"Saya tidak ingin mediasi atau penyelesaian kekeluargaan. Saya takut jadi korban balas dendam mereka, terlebih kami berada dalam satu kantor yang membuat posisi saya rentan," imbuh MS.

Akibatnya MS merasa bingung kepada siapa lagi ia harus mengadu. Apalagi, dia merasa martabatnya sebagai pria dan suami sudah terasa hancur akibat tindakan para seniornya.

"Bayangkan, kelamin saya dilecehkan, buah zakar saya bahkan dicoret dan difoto oleh para rekan kerja, tapi semua itu dianggap hal ringan dan pelaku masih bebas berkeliaran di KPI Pusat. Wahai polisi, di mana keadilan bisa saya dapat," pungkasnya.