JAKARTA - Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan, saat ini tingkat keterwakilan perempuan di DPR RI semakin meningkat. Hanya saja, mereka terpilih karena punya relasi dengan politikus lain atau terpilih karena sebelumnya berkecimpung di dunia kesenian dan pernah menjadi publik figur.
Padahal, harapannya yang terpilih adalah perempuan yang sudah mempunyai sepak terjang di tengah masyarakat. Sehingga dapat menyuarakan dan menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat.
"Kami berharap perempuan yang banyak hadir di DPR punya track record panjang sebagai aktivis perempuan tapi bukan hanya sekadar itu. Tapi juga aktivis lain yang punya pengalaman yang siap bertarung dengan siapapun untuk merebut kursi keterwakilan," kata Doli dalam sebuah diskusi bertajuk 'RUU Pemilu: Di mana Kebijakan Afirmasi Keterwakilan Perempuan?' yang ditayangkan di akun YouTube Perludem, Jumat, 26 Juni.
Sehingga dia menilai, perlu ada akselerasi bagi sumber daya perempuan agar semakin mampu bersaing dengan laki-laki di dunia politik. Terutama jika ingin menjadi wakil rakyat di DPR RI.
Sebab, jika keterwakilan perempuan terus ditingkatkan namun kemampuan sumber daya perempuan di bidang politik tidak berkembang, maka akan menjadi masalah baru.
"Kalau misalnya soal afirmasi keterwakilan perempuan kita perkuat tapi sumber daya perempuan tidak mengakselerasi ini akan menjadi masalah," ungkapnya.
Akselerasi ini, kata dia, diharapkan bisa melahirkan generasi perempuan yang melek politik dan handal dalam jumlah banyak. Mengingat, tokoh politik perempuan di Indonesia yang mewakili masyarakat tidak begitu banyak, bahkan bisa dihitung jumlahnya.
Politikus Partai Golkar ini juga mengatakan, kalau perlu soal akselerasi perempuan di bidang politik ini nantinya dibuatkan aturannya. Sehingga, akan lahir politikus perempuan yang bisa mewakili masyarakat Indonesia bukan hanya kaum perempuan.
"Ini yang pelu kita diskusikan, kalau memungkinkan ada aturan yang mendorong ke arah itu," tegas dia.
BACA JUGA:
Ketua Presidium KPP-RI, Diah Pitaloka mengatakan relasi politik yang disebutkan oleh Doli sebenarnya merupakan modal politik. Dia menjelaskan, ada beberapa modal politik dalam proses elektoral selain relasi politik yaitu basis politik, logistik, akses media, dan kekuatan sosiobudaya.
Hanya saja, Diah membantah jika relasi politik hanya menjadi modal politik bagi perempuan. Menurut dia, laki-laki juga banyak yang menjadikan relasi politik sebagai modal mereka.
"Relasi politik tidak hanya khas perempuan. Kalau kita buka, bisa jadi banyak juga teman-teman parlemen laki-laki yang punya relasi politik dan menjadikan itu modal politik untuk kemenangannya," ungkap Diah.
Sementara Ketua Umum KPPI Dwi Septiawati Djafar menilai, ada sejumlah cara agar perempuan yang terpilih di sebagai anggota parlemen adalah mereka yang benar-benar paham soal isu di masyarakat dan mampu terjun ke dunia politik.
Dia mengusulkan cara ini untuk masuk ke dalam RUU Pemilu yang sedang dalam proses pembahasan oleh Komisi II DPR RI. Cara tersebut adalah dengan mewajibkan syarat keanggotaan partai politik minimal dua tahun sebelum pencalegan atau pencalonan.
"Sehingga tidak ujug-ujug, entah dari mana datang, terdaftar sebagai anggota parpol mendapat KTA kemudian menjadi caleg dalam nomor urut yang bagus juga," kata Dwi.
Sebab, hal tersebut dianggap dapat menyingkirkan sesama calon perempuan yang ternyata memiliki kemampuan lebih. "Sehingga ada proses internalisasi visi misi parpol," ungkapnya.
Dirinya juga menilai, partai politik harusnya bisa memastikan orang yang duduk dan ditempatkan sebagai anggota legislatif perempuan yang bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
"Meskipun parpol berpikir pragmatis yang penting bisa menang, bisa menempatkan dewan banyak tapi parpol harus bisa memastikan orang-orang tersebut memahami visi misi mereka," pungkasnya.