Saat Pimpinan Bantah Ada Pegawainya Malu Ketahuan Kerja di KPK
Gedung KPK (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan (KPK) Febri Diansyah membuka cerita ada seorang kawannya yang masih bekerja di komisi antirasuah malu jika ketahuan bekerja di sana. Pernyataan ini lantas ditanggapi santai oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang mengatakan hal ini tidak benar.

Menurut Ghufron selama ini dia tak pernah mendengar cerita serupa dari anak buahnya. Bahkan, seluruh pegawainya tetap berupaya untuk bekerja di KPK.

"Rasanya tidak demikian ya karena mereka semua pegawai KPK kita ketahui bersama kan faktanya berusaha untuk tetap menjadi pegawai," katanya kepada VOI, Kamis, 12 Agustus.

"Itu artinya kebanggan menjadi pegawai KPK," imbuhnya.

Dia juga menyatakan pegawainya saat ini masih terus bekerja untuk mengusut kasus korupsi meski di tengah pandemi COVID-19. "Kinerja kamih tetap on," tegas Ghufron.

Adapun cerita seorang pegawai KPK yang malu diketahui tempat kerjanya disampaikan oleh Febri melalui sebuah utas di akun Twitternya @febridiansyah. Dia mengatakan beberapa waktu belakangan kerap menjalin komunikasi dengan kawannya yang masih bekerja di komisi antirasuah dan mengajaknya bertemu untuk sekadar berdiskusi sambil minum kopi.

Ajakan itu pun disanggupi sang kawan tapi dia meminta Febri untuk merahasiakan tempat kerjanya jika bertemu orang lain. Syarat ini, kata dia, bukan karena sifat pekerjaan di KPK yang selalu tertutup tapi karena kawannya malu.

"Ia pesan: Kalau ktmu org lain, jangan bilang Aku dari KPK ya. “Lho Kenapa?” tanyaku. “Malu”, ujarnya," ungkap Febri menirukan percakapannya dalam cuitannya.

Kepada Febri, pegawai tersebut mengaku risau dengan kondisi KPK yang akhir-akhir ini makin kontroversial. Mendengar hal itu Febri merasa terenyuh karena ada pegawai KPK yang sudah beralih status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) justru malu dengan statusnya.

Tak hanya itu, dia juga menceritakan ada pegawai KPK lainnya merasa sangat bersalah karena tidak termasuk dalam 75 pegawai yang dinonaktifkan akibat tak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

"Ada jg pegawai lain yg sedih dan merasa bersalah seperti 'meninggalkan' tmn2 75," ujar pegiat antikorupsi itu.

Mengakhiri ceritanya, Febri mengatakan menjadi pegawai KPK memang bukan sekadar bekerja untuk mendapatkan penghasilan saja tapi juga membangun harapan agar Indonesia lebih baik tanpa korupsi. Sehingga, rasa malu yang ditunjukkan temannya itu adalah bentuk tanggung jawab terhadap KPK dan sikap antikorupsi di Indonesia.

"Rasa malu yg ia smpaikan menurut saya menunjukkan tanggungjawabnya thd KPK dan Antikorupsi," tegas Febri.

"Di zaman sekarang semakin sedikit yg punya dan merasa MALU… Banyak yg lebih pada TIDAK TAHU MALU. Merasa benar meskipun salah, pidato menggunakan slogan2 bersih padahal korupsi," ujarnya.

Wajar malu karena kondisi

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai wajar saja jika ada pegawai yang merasa malu dan meminta identitasnya sebagai pegawai KPK ditutupi. Menurutnya, hal ini bisa saja terjadi karena kondisi komisi antirasuah sudah tak seperti dulu lagi.

"Bagi ICW hal itu wajar mengingat kondisi KPK memang tidak seperti sedia kala," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya kepada VOI.

Menurutnya, KPK yang dulu berprestasi kini malah jadi penuh kontroversi. Tak hanya itu, sejumlah praktik nilai integritas di internal lembaga itu justru terkikis.

"Tidak cukup itu, performa KPK pun kian anjlok utamanya dalam hal penindakan," tegas pegiat antikorupsi ini.

Selain itu, kontroversi lain yang kini terlihat adalah terkait pengelolaan internal kelembagaan yang kerap diwarnai perdebatan. "Misalnya, penyelenggaran Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bagi pegawai KPK," ungkap Kurnia.

"Sehingga, secara sederhana KPK memang benar-benar tidak bisa diandalkan lagi untuk tugas pemberantasan korupsi. Sederet prestasi KPK kini telah berubah menjadi kontroversi," imbuhnya.

Selain itu, Kurnia mengatakan pergeseran itu terjadi karena dua isu utama yaitu terpilihnya Firli Bahuri dkk untuk memimpin KPK dan perubahan UU KPK hasil revisi.

Atas alasan inilah, maka ICW mendesak Firli untuk segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua KPK. "Ini penting agar nantinya kepercayaan masyarakat kembali tumbuh," pungkasnya.