ASEAN Sepakati Utusan Khusus, Indonesia: Sukses <i>Special Envoy</i>, Keberhasilan untuk Myanmar
Ilustrasi unjuk rasa anti-kudeta militer Myanmar. (Wikimedia Commons/Ninjastrikers)

Bagikan:

JAKARTA - Empat bulan setelah pertemuan para pemimpin ASEAN atau ASEAN Leaders' Meeting (ALM) di Jakarta April lalu, Menteri Luar Negeri II Brunei Darussalam Dato Erywan Pehin Yusof disepakati sebagai utusan khusus atau special envoy untuk Myanmar.

Dalam keterangan pers virtual Rabu 4 Agustus, Dirjen Kerja Sama ASEAN, Kementerian Luar Negeri Indonesia Sidharto R Suryodipuro mengatakan, ASEAN kompak mendukung dan menerima utusan khusus ini.

"Special envoy akan langsung memulai kerja, memiliki full akses ke semua pihak di Myanmar dan nantinya akan melapor dalam pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri ASEAN pada September mendatang," jelas Sidharto.

Lebih jauh dia mengatakan, pelaksanaan 5 Point of Consensus (5PCs) hasil ASEAN Leaders' Meeting (ALM) mengenai Myanmar mendesak, urgent, tanpa kondisionalitas dan tidak dikaitkan dengan hal-hal lain.

"Myanmar harus bekerja sama dalam konteks ASEAN. Karena bagaimana pun juga, kesuksesan special envoy, adalah keberhasilan myanmar untuk keluar dari krisis yang sudah berlapis, politik ekonomi ditambah lagi COVID-19, jadi semua berharap special envoy ini akan sukses," sambung Sidharto.

dirjen asean
Dirjen Kerja Sama ASEAN, Kementerian Luar Negeri Indonesia Sidharto R Suryodipuro

Dalam kesempatan ini Sidharto juga menerangkan, ASEAN sepakat AHA Center (Pusat Bantuan Kemanusian ASEAN) segera berikan bantuan kemanusiaan ke Myanmar. Dan, pelaksanaan 5 PCs, special envoy serta pemberian bantuan oleh AHA Center, mendapat dukungan yang sangat kuat dari semua mitra ASEAN.

Ia menambahkan, Komunike Bersama hasil Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM) ke-54 ini bukan legitimasi terhadap rezim militer Myanmar.

"Berbeda dari AMM sebelumnya, di mana paragraf pembuka hasil pertemyan dimulai dengan kata-kata 'we the ministers'. Sejak kudeta 1 Februari, setiap dokumen resmi tingkat menteri diganti menjadi 'the meetings'. Tidak ada pengakuan, minimal pengakuan formal terhadap kehadiran (rezim militer Myanmar) oleh para menteri," pungkasnya.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.