Berpolemik, PDI Perjuangan Setuju Trisila di RUU HIP Dihapus
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (Foto: PDIP)

Bagikan:

JAKARTA - PDI Perjuangan menyepakati jika pasal yang berpolemik dalam Rancangan Undang-Undangan (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) tersebut dihilangkan. Apalagi, rancangan undang-undang tersebut belakangan menuai kontroversi karena dikhawatirkan membawa paham komunisme.

"Terhadap materi muatan yang terdapat di dalam Pasal 7 RUU HIP terkait ciri pokok Pancasila sebagai Trisila yang kristalisasinya dalam Ekasila, PDI Perjuangan setuju untuk menghapusnya," kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 14 Juni.

Partai besutan Megawati Soekarnoputri ini juga sepakat untuk menambahkan ketentuan menimbang, dengan tujuan untuk menegaskan larangan terhadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.

Adapun ideologi yang dimaksud bertentangan adalah ideologi marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme, dan khilafahisme.

Hasto menilai, Indonesia harus selalu mengedepankan persatuan dan kesatuan, serta menghindari politik devide et impera atau politik pecah belah. Dirinya menyatakan, PDIP akan siap mendengarkan seluruh aspirasi masyarakat terkait RUU HIP tersebut.

Apalagi, berbagai pendapat yang berkaitan dengan rancangan perundangan ini menandakan betapa kuatnya kesadaran masyarakat terhadap Pancasila. 

Sehingga, semua pihak harusnya membuka jalur dialog untuk membahas RUU HIP tersebut. "Sebab dialog, musyawarah, dan gotong royong adalah bagian dari praktik demokrasi Pancasila," tegasnya.

Rancangan perundangan yang berpolemik

RUU HIP yang kini dibahas di Badan Legislasi DPR RI kini berpolemik. Rancangan yang diajukan dari usul DPR dan akan dibicarakan dengan pemerintah ini, dipermasalahkan oleh banyak pihak. 

Majelis Ulama Indonesia (MUI), misalnya, melalui maklumatnya menyoroti beberapa hal seperti tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor 25/MPRS/1966 Tahun 1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam rancangan perundangan tersebut.

"Kami pantas mencurigai bahwa konseptor RUU HIP ini adalah oknum-oknum yang ingin membangkitkan kembali paham dan Partai Komunis Indonesia. Oleh karena itu, patut diusut oleh pihak yang berwajib," kata MUI seperti dikutip dari maklumat MUI Pusat dan MUI se-provinsi Indonesia.

Selain itu, unsur dalam rancangan perundangan itu dianggap mengaburkan dan menyimpang dari makna Pancasila. Salah satunya pada bagian Trisila dan Ekasila yang dinilai sebagai upaya memecah Pancasila.

Adapun adalah Pasal 7 RUU HIP yang berisi:

Ayat (1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.

Ayat (2) Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.

Ayat (3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong royong.

Dalam maklumatnya, MUI mengatakan memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila adalah upaya mengaburkan makna Pancasila. "Dan secara terselubung ingin melumpuhkan keberadaan sila pertama," tulis mereka.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD kemudian angkat bicara soal kontroversi RUU HIP ini. 

Menurut dia, pemerintah akan menolak pembahasan rancangan perundangan ini bila aturan itu akan memeras Pancasila dan membuka pintu terhadap paham komunisme.

"Pemerintah akan menolak jika ada usulan memeras Pancasila menjadi Trisila atau Ekasila. Bagi pemerintah Pancasila adalah lima sila yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 dalam satu kesatuan paham," tegas Mahfud dikutip dari keterangan tertulisnya.

"Kelima sila itu, tidak bisa dijadikan satu, dua, atau tiga. Tetapi dimaknai dengan dalam satu kesatuan yang dinarasikan dengan istilah 'satu tarikan nafas'," imbuh dia.

Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini juga menegaskan, pelarangan komunisme sudah diatur secara final lewat TAP MPR Nomor I Tahun 2003. Dalam aturan tersebut, dinyatakan tak ada ruang hukum untuk mengubah atau mencabut TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Dia juga memastikan RUU HIP ini adalah inisiatif DPR RI dan belum melibatkan pemerintah dalam pembicaraan lanjutan. Menurutnya, Presiden Joko Widodo hingga saat ini belum mengirimkan Surat Presiden (surpres) untuk membahas rancangan ini dalam proses legislasi.\

"Nanti saat tahapan sudah sampai pada pembahasan, pemerintah akan mengusulkan pencantuman TAP MPRS No XXV Tahun 1966 dalam konsideran dengan payung 'Mengingat: TAP MPR No. I/MPR/1966'," pungkasnya.