Bagikan:

JAKARTA - Sekretariat Jenderal DPR RI menyediakan hotel untuk fasilitas karantina atau isolasi mandiri anggota Dewan, tenaga ahli, hingga staf DPR yang terpapar COVID-19 dengan gejala ringan dan tanpa gejala. 

Hal itu diketahui dari surat nomor SJ/09596/SETJEN DPR RI/DA/07/2021 yang diteken oleh Sekretaris Jenderal Indra Iskandar. 

 

Namun, setelah informasi ini jadi perbincangan publik, mayoritas anggota DPR rupanya menolak rencana Sekjen DPR tersebut. Pasalnya, para anggota cukup mampu mengurusi dirinya sendiri, terlebih jika harus mengeluarkan 'kocek' dari negara. 

 

Anggota Fraksi PPP Anas Thahir, menilai fasilitas isolasi mandiri (isoman) di hotel untuk anggota yang disiapkan oleh Kesetjenan DPR RI, kontra produktif dan bisa menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat. Sebab kata dia, pada dasarnya semua warga harus memiliki akses yang sama pada fasilitas kesehatan.

Menurutnya, anggota DPR yang positif COVID-19 masih bisa menggunakan fasilitas Rumah Jabatan Anggota (RJA). Sehingga, tidak perlu sampai menyewa hotel khusus isoman anggota, apalagi dengan anggaran negara.

 

"RJA cukup representatif untuk tempat isoman karena memang tidak kontak langsung dengan masyarakat dan memiliki halaman yang cukup luas untuk aktivitas di ruangan tanpa berinteraksi langsung dengan orang lain," ujar Anas kepada wartawan, Rabu, 28 Juli.

Anggota Komisi IX DPR itu menyarankan, agar anggaran untuk sewa hotel berbintang lebih baik dialihkan untuk keperluan yang menyentuh langsung terhadap kebutuhan masyarakat yang terdampak COVID-19. 

 

"Kondisi anggaran negara sedang tidak baik, tidak perlu DPR membebani anggaran negara hanya untuk fasilitas isoman," tegas Anas.

Pun jika Kesekjenan DPR RI menyiapkan tempat isoman untuk pegawainya, tidak perlu juga menjadikan hotel sebagai lokasi isoman. Sebagaimana tidak diperlukannya hotel khusus untuk tempat isoman anggota DPR. 

 

"Jika memang pemerintah hendak menyiapkan hotel untuk tempat isoman, maka tempat tersebut harus bisa diakses semua pihak yang membutuhkan," kata Anas.

 

Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto menilai, keputusan Sekjen DPR Indra Iskandar yang menyediakan hotel untuk isoman para anggota DPR yang terpapar COVID-19, tidak lah tepat. 
 

"Kami berharap ini dibatalkan," ujar Yandri, Rabu, 28 Juli.
 

Bilamana ada anggaran DPR yang digunakan untuk refocusing penanganan COVID-19, kata Yandri, sebaiknya dana tersebut diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat atau rakyat. Seperti pengadaan obat-obatan, pengadaan sembako, atau untuk bantuan lain yang langsung bersentuhan kepada masyarakat. 
 

"Jadi kalau untuk anggota dewan, saya kira mereka-mereka atau kami-kami sudah mampu untuk mengurus diri sendiri, dan tidak perlu difasilitasi oleh negara. Karena hari ini yang paling dibutuhkan adalah bagaimana kita membantu rakyat yang sedang kesusahan. Jadi kami usul supaya program hotel untuk isoman para anggota DPR itu dibatalkan," kata politikus PAN itu.

 

Sementara, Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini, mengatakan sebagai bentuk antisipasi kebijakan Sekjen DPR itu tentu harus mengacu peraturan perundang-undangan. 

"Namun demikian, pada prakteknya harus benar-benar menimbang urgensi, prioritas, dan empati terhadap kondisi rakyat kebanyakan yang jauh lebih sulit dalam menghadapi wabah COVID-19 ini," jelas Jazuli.

Karenanya, anggota Komisi I DPR dapil Banten itu meminta agar Sekjen DPR tidak perlu menyewa fasilitas khusus seperti hotel atau penginapan. Tetapi cukup memfungsikan fasilitas yang dimiliki DPR seperti Wisma DPR di Kopo Bogor atau fasilitas milik DPR lainnya.

"Bahkan kami mengusulkan agar fasilitas isoman tersebut tidak hanya digunakan oleh anggota dan pegawai DPR tapi juga terbuka untuk masyarakat yang membutuhkan tempat isolasi mandiri," pungkas Jazuli.

 

Fraksi NasDem pun demikian, secara tegas menolak fasilitas isoman di hotel bintang 3 itu. Menurut Ketua Fraksi NasDem, M. Ali kebijakan tersebut sangat berlebihan, dan kan lebih tepat jika fasilitas dialokasikan untuk rakyat bawah.

 

"Kepercayaan publik harus dijaga. DPR harus beri kesan untuk tidak berjarak dengan kepentingan rakyat sekaligus berempati terhadap situasi yang terjadi," kata Ali. 

 

Diketahui, muncul rencana Kesetjenan DPR RI menyediakan tempat untuk isoman para anggota dewan dengan fasilitas hotel bintang 3 dan dibiayai negara. 

 

Namun, belum diketahui besaran anggaran yang digelontorkan untuk fasilitas mewah tersebut. 

 

Saat tim VOI menghubungi Sekjen DPR, Indra Iskandar, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan.

 

Hotel Isoman Anggota Dewan Ciderai Sila Ke-5 

 

Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) menilai rencana Sekretariat Jendral (Setjen) DPR yang menyediakan fasilitas isolasi mandiri (Isoman) bagi anggota DPR yang terkonfirmasi COVID-19 menciderai sila ke-5, yakni “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

“Pemberian fasilitas isoman mewah yang berupa hotel berbintang bagi anggota DPR yang terkonfirmasi COVID-19, tidak adil dan tidak proporsional. Bahkan dapat dianggap menciderai sila ke-5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," ujar peneliti PSHK UII Muhammad Addi Fauzani kepada wartawan, Rabu, 28 Juli.

 

"Apabila dibandingkan dengan pemberian fasilitas yang diberikan oleh negara kepada rakyat yang sangat terbatas," sambungnya.

 

Menurut Addi, setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dalam menerima kebijakan pengendalian COVID-19. Sehingga, anggota DPR sekalipun tidak dapat diistimewakan dengan pemberian fasilitas isoman hotel berbintang. 

 

Dilain sisi, kata Addi, keuangan negara tengah terseok-seok. Bahkan, ditengarai menghindari karantina wilayah atau lockdown karena harus menjamin pemberian pangan kepada rakyat.

"Kebijakan yang dikeluarkan oleh eksekutif maupun legislatif, khususnya DPR seharusnya memperhatikan keadaan kedaruratan kesehatan COVID-19 yang telah ditetapkan secara nasional," tegas Addi.

 

Addi mengatakan, fasilitas hotel berbintang ini telah nyata-nyata mengabaikan keadaan darurat seperti saat ini. Dia menilai, secara moral dan etika hukum, pemberian fasilitas isoman mewah sangat bertentangan dengan adagium hukum yang selalu digaungkan oleh negara selama ini dalam menangani COVID-19. Yakni Salus Populi Suprema Lex Esto yang artinya adalah keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.

Terlebih, DPR sebagai wakil rakyat yang dipilih langsung oleh rakyat sehingga mendapat mandat dari rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UUD NRI 1945. 

 

"Seharusnya (DPR, red) memiliki rasa empati kepada keadaan rakyat dan tidak memikirkan diri sendiri, pemberian fasilitas isoman mewah sangat melecehkan marwah lembaga DPR sebagai penyalur aspirasi rakyat,” jelasnya.

 

Menurutnya, DPR harus mengedepankan kepentingan rakyat, bukan mengutamakan individu anggota DPR. Apalagi, dengan kondisi 3.239.936 rakyat Indonesia yang terpapar COVID-19 berdasarkan data, Selasa, 27 Juli kemarin. 

 

Kendati rencana ini dibolehkan sebagaimana Surat Edaran Dirjen Pembendaharaan Negara S-369/PB/2020 dan S-308/PB/2020, kata Addi, namun DPR seharusnya lebih mengutamakan kepentingan penanganan COVID-19 bagi rakyat yang terdampak langsung.

Lagipula, menurut Addi, gaji, tunjangan, bahkan juga rumah dinas yang diberikan negara kepada anggota DPR dirasa telah memenuhi kebutuhan anggota DPR sehari-hari. Bahkan juga telah memenuhi kebutuhan anggota DPR yang terkonfirmasi COVID-19.

 

"Hal tersebut, tentu sangat timpang apabila dibandingkan dengan pendapatan rakyat selama COVID-19 ini yang sangat kurang dan tidak menentu. Sehingga, tidak ada urgensi kebijakan pemberian fasilitas isoman mewah kepada anggota DPR,” tegasnya.

Oleh karenanya, tambah Addi, PSHK UII meminta kepada Ketua DPR Puan Maharani bersama-sama anggota DPR agar membatalkan kebijakan isoman mewah bagi anggota DPR yang terkonfirmasi COVID-19. 

 

Selain itu, Ketua DPR dan anggota DPR harus melakukan refocusing anggaran dengan maksud mengutamakan kebijakan untuk kepentingan penanganan COVID-19 bagi rakyat. 
 

“Kepada Pemerintah, agar mencabut kebijakan yang membuka celah pemberian fasilitas isoman hotel berbintang kepada pejabat negara salah satunya DPR,” tandas Addi.