Pemulangan Jenazah COVID-19 Secara Paksa Bisa Dipidana
Ilustrasi (Foto: Bill Oxford on Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Aksi pemulangan jenazah pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19 secara paksa oleh ratusan warga di rumah sakit di kota Makasar, Sulawesi Selatan bisa dipidana. Sebab, tindakan itu melanggar aturan.

Insiden itu terjadi pada Minggu, 7 Juni. Ratusan warga berbondong-bondong mendatangi Rumah Sakit Stella Maris. Mereka memaksa untuk memulangkan jenazah seorang wanita berusia 53 tahun yang merupakan PDP COVID-19.

Aksi warga tersebut memaksa anggota Polsek Ujung Pandang turun tangan. Sebab, jumlah massa yang terlibat cukup banyak dan dikhawatirkan bisa memancing kericuhan besar.

Pengamat Hukum Pidana Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad mengatakan, tindakan warga memang bisa dijerat pidana. Mereka diduga melanggar Pasal 216 KUHP karena tidak menaati perintah yang dilakukan menurut undang-undang.

"Bisa dijerat pidana. Bahkan, biasa dijerat dengan Pasal 212, 214, atau 216 KUHP," kata Suparji kepada VOI, Selasa, 9 Juni.

Jika merujuk Pasal 216 KUHP, aturan ini berisi soal barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp9.000.000.

Selain itu, tindakan pemulangan secara paksa, kata Suparji, bisa terjadi karena dua hal. Pertama, karena mengganggap pemakaman atau pemulasaran jenazah merupakan urusan pribadi pihak keluarga. Kedua, warga menilai meninggalnya pasien tersebut bukan disebabkan COVID-19. Sehingga tak terima dan memutuskan melakukan tindakan tersebut.

"Ya bisa karena menganggap itu urusan keluarga atau tidak menganggap yang meninggal kena corona sehingga keluarga tidak menganggap itu membahayakan," papar Suparji.

Disisi penindakan

Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan, Kombes Ibrahim Tompo menyebut, pihaknya akan menindak dan memproses pelanggaran hukum tersebut. Nantinya, Pasal yang disangkakan yakni, Pasal 93 undang-undang nomor 6 tahun 2018 tentang karantina kesehatan junto Pasal 214 KUHP.

Pasal 93 undang-undang nomor 6 tahun 2018 berisi tentang setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta.

"Dengan dua pasal yang disangkakan itu, nantinya mereka yang tertbukti terlinbat bisa diancaman 7 tahun penjara," tegas Tompo.

Untuk itu, sambung Tompo, masyarakat diminta untuk lebih memahami tentang prosedur dalam proses pemulasaran jenazah Covid-19. Sebab, tujuan dari aturan tersebut untuk menghindari penularan dan penyebaran.

Jika tetap memilih untuk memakamkan dengan prosedur yang bisa dilakukan tanpa adanya COVID, maka, kemungkinan yang terjadi justru penularan akan semakin masif dan sulit dikendalikan.

"Pemahaman masyarakat akan penyebaran covid ini bisa berdampak penyebaran ke masyarakat yang lain. Seharusnya juga dipahami tentang prosedur (pemulasaran) itu untuk melindungi masyarakat," pungkas Tompo.