Bagikan:

CIANJUR - Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Cianjur, Jawa Barat mencatat selama 6 bulan terakhir kasus penjualan orang (human trafficking) mengalami kenaikan. 

Pada 2020 lalu terdapat 6 kasus sedangkan tahun ini meningkat menjadi 12. Sebagian besar korban adalah anak-anak bawah umur dan dijual ke tempat hiburan malam.

Ketua Harian P2TP2A Cianjur Lidya Indayani Umar mengatakan, kenaikan kasus terjadi akibat kurangnya ekonomi keluarga selama pandemi. Banyak orangtua yang membiarkan anak mereka bekerja di luar pengawasan. 

"Selama pandemi membuat orangtua yang SDM-nya kurang, membiarkan anak perempuannya untuk membantu ekonomi keluarga, namun mereka tidak tahu dimana anak mereka bekerja, meski usia mereka rata-rata masih di bawah umur berkisar antara 15 sampai 17 tahun," jelas Lidya di Cianjur dilansir dari Antara, Kamis, 22 Juli. 

Mereka yang menjadi korban, biasanya diiming-imingi gaji besar dan bekerja di bidang informal seperti karyawan di toko, rumah makan dan beberapa tempat lainnya. Bujuk rayu ini rupanya berhasil menarik minat korban.

Namun, sambung Lidya, setelah mereka terjaring, pelaku yang merupakan sindikat penjualan orang, mengirim korban ke luar pulau. Seperti yang ditangani pihaknya saat ini, beberapa orang remaja asal Cianjur dijadikan pekerja seks dan ladies companion (LC) di NTT dan NTB.

"Korban trafficking asal Cianjur yang dipekerjakan di NTT sebagai pemandu lagu, segera kami pulangkan. Sedangkan belasan orang korban lainnya di NTB masih dalam proses pemulangan, setelah kami berkoordinasi dengan berbagai pihak," katanya pula.

Selama pandemi, pihaknya kesulitan untuk menggencarkan sosialisasi terkait human trafficking ke berbagai kalangan secara langsung. Pun bila lewat media sosial tidak menjangkau hingga ke pelosok terutama wilayah selatan.

Lidya meminta agar orangtua dengan sungguh-sungguh mengawasi kegiatan anak perempuan saat berada di luar rumah.