Bagikan:

JAKARTA - Meski pagebluk COVID-19 tengah terjadi di Indonesia, imunisasi anak tetap harus jadi perhatian bagi orang tua. Tujuannya, agar anak tidak terkena penyakit lain. 

Menurut Ketua Bidang Humas dan Kesejahteraan Anggota Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, Hartono Gunardi, keterlambatan pemberian imunisasi kepada anak berisiko memunculkan wabah baru di tengah masyarakat. Misalnya, wabah penyakit campak.

"Banyak orang tua takut membawa anaknya ke puskesmas maupun posyandu (di masa pagebluk COVID-19). Ini akan sangat berisiko menyebabkan double outbreak," kata Hartono dalam acara talkshow 'Pentingnya Imunisasi Anak di Masa Pandemi COVID-19' yang ditayangkan di akun YouTube BNPB, Senin, 8 Juni.

Dia menjelaskan, satu orang terpapar campak bisa menularkannya kepada 18 orang lain. Sehingga, hal ini berpotensi menimbulkan wabah baru di tengah pagebluk COVID-19 dan perlu dilakukan imunisasi pada anak.

Selain campak, ada difteri yang bisa saja muncul karena orang tua tidak mengimunisasi anak mereka. Menurutnya, penyakit ini cukup berbahaya bila menjangkiti anak-anak. 

Hartono mengatakan, difteri memang ada antiserumnya. Namun, antiserum tersebut tidak diproduksi di Indonesia dan harus diimpor.  Untuk mendapatkan antiserum ini juga tidak mudah. Sebab, sebagian besar pabrik pembuat serum tersebut sudah tutup karena usaha mereka tidak laku. 

"Sebagian besar pabrik pembuat serum antidifteri sudah tutup karena penyakit ini tidak ada lagi di negara tempat pembuatan serum. Jadi jangan sampai anak-anak kita tertular difteri atau campak. Jangan sampai terjadi double outbreak," ungkap Hartono.

"Bawa ke posyandu, bawa ke puskesmas untuk melengkapi imunisasinya," tegas dia.

Ketika terjadi keterlambatan imunisasi akibat adanya aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Hartono menyebut, orang tua bisa melengkapinya. "Misalnya, anaknya umur sembilan bulan nih sekarang. Kemarin belum dapat imunisasi difteri ketiga. Jadi bisa sekalian, sembilan bulan bisa dapat imunasi campak atau MR dan imunisasi difteri tadi. Jadi suntik kanan dan kiri," jelasnya.

Hartono mengatakan, orang tua tak perlu khawatir dengan pemberian imunisasi secara sekaligus. Sebab, hal semacam ini banyak dilakukan terhadap anak-anak sejak dahulu.

Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Vensya Sitohang juga mengingatkan orang tua untuk tetap mengimunisasi anak mereka walaupun pagebluk COVID-19 terjadi. 

Mengingat, berdasarkan hasil survei mereka, dibandingkan dengan imunisasi di bulan April 2019 lalu, tahun ini angka anak yang mendapatkan imunisasi menurun cukup signifikan mencapai 4,7 persen. "Pada bulan April 2020 cukup signifikan penurunan selisih cakupan imuniasi lengkapnya. Jadi ini sangat serius," kata Vensyah.

Dia memahami orang tua bisa saja takut membawa anaknya ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan imunisasi. Namun, menurut Vensyah, pergi ke fasilitas kesehatan dan melakukan imunisasi anak tak perlu menjadi masalah. 

Sebab, Kemenkes sudah mengeluarkan kebijakan lewat surat edaran kepada provinsi, kabupaten/kota, dan fasilitas kesehatan yang menyatakan pemberian imunisasi tidak boleh ditunda pelaksanaannya.

Dia juga menyatakan, orang tua tak perlu khawatir karena pelayanan pemberian imunisasi ini berjalan dengan protokol kesehatan yang berlaku. "Tenaga kesehatan harus menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, masker bedah, dan jaga jarak," ungkapnya.

Selain itu, dalam surat edaran tersebut juga meminta agar fasilitas kesehatan seperti puskesmas memisahkan antara pasien yang sehat dan yang sakit. Namun, keberhasilan penerapan protokol kesehatan ini tentu harus didukung oleh masyarakat, terutama orang tua. 

Sehingga, ketika mereka mendatangi fasilitas kesehatan untuk mengantar anaknya harus tetap menggunakan masker dan menjaga jarak dengan pasien lain. "Pelayanan imunisasi ini harus tetap berjalan dengan protokol kesehatan yang ditetapkan," pungkas Vensyah.