Bagikan:

JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dinilai janggal. Sebab, PP ini keluarkan pada masa krisis ekonomi akibat pagebluk COVID-19.

"Tapera ini kebijakan yang janggal karena penerapannya justru disaat krisis ekonomi dan pandemi," kata Ekonom INDEF Bima Yudhistira pada VOI, Sabtu 6 Juni.

Dalam kondisi ekonomi seperti ini, tentunya akan memberatkan masyarakat. Apalagi, saat ini banyak buruh yang mendapat potongan upah, bahkan sampai terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena ekonomi perusahaan goyang akibat virus ini. 

"Saat ini buruh banyak yang dipotong upah, dirumahkan bahkan di PHK. Apalagi ada pasal sanksi administratif berupa denda yang memberatkan pengusaha," ujar dia.

Kata dia, meski ada persiapan tujuh tahun, namun dia meyakini ekonomi Indonesia belum masuk tahap pemulihan yang optimal. Sehingga itu akan memberatkan masyarakat dan pengusaha.

"Sementara itu motif terselubungnya kelihatan jelas di pasal 27 dalam PP Tapera, bahwa dana bisa di investasikan ke surat utang pemerintah. Berarti pekerja diminta secara tidak langsung iuran untuk beli SBN," kata dia.

Dia menduga hal itu dilakukan pemerintah karena sedang cari sumber pembiayaan baru ditengah pelebaran defisit anggaran. 

"Kebijakan pemerintah juga diperkuat dalam Perpu 1/2020 yang sudah jadi UU. Ada pasal soal pemerintah boleh memanfaatkan dana kelolaan untuk pendanaan stimulus. Ini kelihatan sekali motifnya," ujar dia.

Mengenai pengakuan TB Tapera bahwa tidak semua peserta menerima manfaat pembiayaan kredit perumahan rakyat (KPR) atau tidak dapat rumah, dia mengamini hal itu. Sebab, penyediaan rumah tidak semudah yang dibicarakan.

"Pertama ada persoalan backlog perumahan, jadi engga imbang dengan jumlah pekerja yang butuh rumah. Kedua soal syarat bisa saja dipersulit sehingga tidak semua pekerja bisa memiliki rumah. Bisa lebih ruwet dari BPJS bahkan," kata dia.

Kemudian, dia juga janggal dengan pekerja yang sudah punya rumah, uangnya akan dipupuk dan bisa diambil saat masa pensiun. "Ini kan sama aja dengan JHT di BPJS ketenagakerjaan. Jadi ada resiko tumpang tindih dalam pengelolaan iuran Tapera," kata dia.