Bagikan:

JAKARTA - Pembukaan tempat beribadat seiring dengan pelonggaran aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menimbulkan persoalan baru. Khusus untuk Islam, masalah yang muncul adalah perdebatan terkait kerapatan saf atau barisan ketika salat berjamaah.

Bagi umat Islam ketika melaksanakan salat berjamah, saf harus rapat atau tidak boleh berjarak. Tetapi di tengah masa pagebluk COVID-19, hal ini justru tidak disarankan. Sebab, berpotensi penularan virus COVID-19.

Sehingga, dalam menjalankan salat berjamaah, saf harus diatur jaraknya sekitar satu meter. Namun, hal ini juga berdampak pada membeludaknya jemaah terutama ketika melaksanakan salat Jumat.

Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia Imam Addaruqutni mengatakan, cara yang bisa dilakukan adalah membuat dua gelombang pelaksanaan salat Jumat. Sehingga, protokol pencegahan COVID-19 bisa berjalan tanpa mengurangi kekhusyukan dalam beribadah.

Dalam implementasinya, pengurus masjid akan mengatur pelaksanaan salat Jumat. Sehingga, ketika gelombang pertama rampung, barulah gelombang kedua memasuki masjid untuk beribadah.

"Diaturlah disitu, bahwa setelah gelombang pertama, khotib dan Imam serta jamaahnya selesai yang kedua jalan itu saja," ucap Imam di Graha BNPB, Jakarta, Jumat, 5 Mei.

Pengaturan waktu dalam salat Jumat, kata Imam, bisa dilakukan jauh-jauh hari. Contohnya, para pengurus masjid bisa membuat selebaran atau informasi terkait waktu pelaksaan. Sehingga, masyarakat bisa memilih waktu yang menurut mereka paling baik.

Kemudian, durasi ketika pelaksanaan salat Jumat juga sebaiknya diatur. Sehingga, pada pelaksanaan gelombang kedua waktunya tidak telalu mepet. Hal ini bisa dilakukan dengan cara meminta khatib untuk tak telalu lama memberikan ceramah.

"Kita sampaikan juga kewilayah-wilayah kemungkinan masjid mengeluarkan semacam pamflet atau maklumat masjid ini karena ada covit dan darurat melaksanakan dua gelombang. Gelombang pertama sekian sampai sekian khotbahnya itu tidak boleh panjang-panjang," papar Imam.

Fatwa MUI

Imam melanjutkan, penerapan sistem sif dalam pelaksaan salat Jumat sebenarnya sudah disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fatwa Nomor 31 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan Salat Jumat dan jemaah untuk mencegah penularan wabah virus corona COVID-19, menjadi panduan dan pedomannya.

"MUI pusat kemarin ini mengeluarkan itu (fatwa) boleh (dua gelombang) tapi kalau di rumah juga boleh. DKI Jakarta malah lebih dahulu membolehkan di tanggal 2 Juni tapi tahun 2001 juga telah mengeluarkan itu boleh," ungkap Imam.

Hanya saja, karena minimnya sosialisi dan pemahaman terkait fatwa tersebut, sehingga muncul perdebatan di masyarakat. Padahal semua sudah ada panduan-panduan dalam melaksanakan ibadah salat Jumat.

"Jadi ini yang juga tidak merata apa namanya pemahaman dan juga apa ini sosialisasi dari fatwa ini tidak merata atau belum, makan sempat jadi masalah," pungkas Imam.