JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil sampel suara dari eks Direktur Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles.
Hal ini dilakukan saat penyidik melakukan pemeriksaan terhadap dirinya sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian.
"Dalam pemeriksaan ini tim penyidik di antaranya melakukan pengambilan sampel suara tersangka YRC," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati kepada wartawan, Jumat, 16 Juli.
Yoory merupakan salah satu tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta pada 2019 lalu.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini yaitu Direktur dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo yaitu Tommy Adrian serta Anja Runtuwene, mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar.
Selain itu, KPK juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korupsi korporasi.
Kasus ini bermula saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah.
Selanjutnya, Perumda Pembangunan Sarana Jaya ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama.
BACA JUGA:
Dari kerja sama ini, pada 8 April 2019 lalu, disepakati penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor Perumda Sarana Jaya. Tanda tangan ini dilakukan antara pihak pembeli yaitu Yoory dan Anja Runtuwene.
Masih di waktu yang sama tersebut, dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar sejumlah Rp108, 9 miliar ke rekening bank milik Anja pada Bank DKI. Berikutnya, atas perintah Yoory, pembayaran dilakukan sebesar Rp43,5 miliar.
Namun, dalam proses pengadaan tanah tersebut, Perumda Sarana Jaya diduga melakukan tindakan penyelewengan seperti tak melakukan kajian terhadap kelayakan objek tanah dan tak melakukan kajian appraisal tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai peraturan terkait.
Selain itu, perusahaan BUMD ini juga diduga kuat melakukan proses dan tahapan pengadaan tanah tak sesuai prosedur dan ada dokumen yang disusun secara backdate, serta kesepakatan harga awal antara Anja dan Perumda Sarana Jaya dilakukan sebelum proses negosiasi dilakukan.