Ada Hal Lain yang Bisa Dilakukan Ridwan Kamil daripada Bercanda 'Suami Jangan <i>Digaskeun Teuing</i>'
Ridwan Kamil (Ilustrasi oleh Ilham/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bercanda soal tingkat kehamilan tinggi di wilayah Jabar selama pagebluk COVID-19. Hanya saja, candaan Ridwan tersebut dianggap kurang etis. Sebab, ada hal lain yang bisa disampaikan Ridwan ketimbang mencandai masalah pribadi.

Melalui akun Instagram pribadinya @ridwankamil, Gubernur Jabar ini memposting tangkap layar sebuah berita dengan judul 'Angka Kehamilan di Cirebon Naik Selama Pandemi Corona' dan beberapa berita lainnya. Dia lantas menuliskan candaannya.

"Negatif COVID tapi positif hamil. Mohon para suami rada diselowkan dulu, jangan digaskeun teuing," tulisnya yang kemudian disukai oleh 137.454 akun dan dikomentari 10.452 akun.

Aktivis yang banyak meneliti isu perempuan, gender, dan hak asasi manusia Tunggal Pawestri kemudian angkat bicara soal candaan ini. Dia memahami, sebagai kepala daerah, Ridwan mungkin khawatir soal kemungkinan ledakan jumlah populasi di wilayahnya.

Hanya saja, imbauan semacam ini sebenarnya menunjukkan relasi sosial di dalam rumah tangga yang belum seimbang. Sehingga, daripada melempar candaan, ada hal lain yang harusnya bisa disampaikan. Termasuk, menumbuhkan kesadaran pentingnya penggunaan alat kontrasepsi.

"Sebagai kepala daerah, mungkin imbauan tadi dilengkapi juga dengan informasi mengenai akses layanan kontrasepsi. Jadi alih-alih mengatur kehidupan seksual perorangan, lebih baik menginfokan pentingnya kontrasepsi," kata Tunggal saat dihubungi VOI melalui pesan singkat, Kamis, 4 Juni.

"Angka kekerasan terhadap perempuan menurut data LBH APIK juga meningkat saat pandemi, apakah beliau sudah berikan pernyataan soal ini?" imbuhnya.

Sedangkan, Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Mariana Amiruddin menilai apa yang disampaikan Ridwan itu kurang etis. Dia paham, candaan hubungan seksual memang kerap dilakukan oleh bapak-bapak.

"Tapi dalam rangka pejabat publik, harusnya lebih formil. Kalau itu mau serius, mau dijadikan kebijakan, dia harus diramu dengan bahasa yang lebih baku," kata Mariana.

Sebagai pejabat publik, sambung dia, tentunya harus bertindak sesuai dengan undang-undang dan etika yang berlaku. Apalagi, ketika membahas masalah perempuan.

Mengingat, Indonesia telah meratifikasi konvensi yang bicara soal antidiskriminasi terhadap peremuan. "Jadi baiknya semua kembali membaca bagaimana menjadi seorang tokoh publik. Termasuk ketika bicara soal perempuan," tegas dia.

Mariana paham Ridwan melemparkan candaan itu dengan tujuan agar pesan yang disampaikan mudah diterima masyarakat. Hanya saja, seorang pejabat harusnya menjalankan fungsinya dalam memberikan edukasi.

"Sebagai pejabat harus memberikan edukasi pada masyarakat. ... Mungkin kalau bahasanya lebih formil, serius, dan sungguh-sungguh, apa yang ingin disampaikan dari pernyataan itu, kaitannya dalam kebijakan, itu lebih baik," pungkasnya.