JAKARTA - Ketua DPD La Nyalla Mattalitti, menilai usulan kompleks gedung MPR/DPR/DPD dijadikan sebagai rumah sakit darurat bagi pasien COVID-19 harus dipertimbangkan dan dikaji.
Pasalnya, saat ditinjau oleh pimpinan DPR banyak kendala yang ditemukan, mulai dari lift yang tak bisa dimasuki tempat tidur, ruangan tidak memadai hingga kamar mandi.
“Kita harus ukur unsur efektivitas dan efisiensinya,” ujar La Nyalla kepada wartawan, Selasa, 13 Juli.
Sebelumnya, usulan kompleks parlemen disulap menjadi RS darurat pasien COVID-19 ini disampaikan Fraksi Demokrat DPR menyusul banyaknya rumah sakit yang penuh lantaran melonjaknya kasus Corona.
La Nyalla senator asal Jawa Timur itu mengingatkan harus memikirkan pula lokasi yang hendak dijadikan sebagai RS darurat. Harus dipertimbangkan aksesibilitasnya, sarana/prasarana maupun fasilitas yang ada bisa mendukung.
"Bagaimana dari segi perawatan dan sanitasinya, serta banyak hal lainnya. Kita harus memperhitungkan juga pengelolaan limbah medis agar tidak menimbulkan masalah baru,” jelasnya.
Menurut La Nyalla, apabila infrastruktur di kompleks parlemen tidak memadai untuk dijadikan sebagai rumah sakit darurat, pemerintah justru akan mengeluarkan dana yang besar jika harus mempersiapkan segala kebutuhan yang ada. Dari segi anggaran, kata dia, teb hal ini justru tidak akan berjalan efisien.
“Apalagi kompleks parlemen merupakan objek vital negara yang pengamanannya pun dilakukan secara khusus. Akan memerlukan persiapan yang ekstra, baik dari segi keamanan dan kenyamanan, bila kemudian disulap menjadi rumah sakit darurat,” kata La Nyalla.
Meski begitu, La Nyalla menilai usul Fraksi Demokrat bukannya tidak mungkin dilakukan. Hanya saja, pertimbangan dan persiapan harus betul-betul dilakukan secara matang.
“Setiap aspirasi untuk keselamatan masyarakat pastinya sangat baik. Saya juga memahami usul tersebut merupakan bentuk kepedulian teman-teman di Demokrat yang ingin menunjukkan kepedulian wakil rakyat dalam kondisi seperti ini. Tapi mari kita serahkan kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, untuk berhitung apakah efisien dan efektif bila kompleks parlemen menjadi salah satu lokasi rumah sakit darurat bagi pasien COVID-19,” tuturnya.
Menanggapi usulan tersebut, Setjen DPR telah melakukan simulasi. Hasilnya, ditemukan sejumlah kendala yang membuat sulit apabila kompleks DPR dijadikan lokasi RS Darurat pasien Corona.
Beberapa kendala seperti bed pasien yang tidak dapat dimasukkan ke lift. Kemudian ruang paripurna yang diusulkan menjadi bangsal, struktur lantainya menurun atau tidak rata sehingga tidak memungkinkan untuk ditaruh tempat tidur pasien.
Gedung-gedung di kompleks parlemen yang usianya sudah tua juga dianggap tidak ideal untuk menjadi lokasi perawatan. Bila membongkar ruang para wakil rakyat agar bisa dijadikan kamar pasien, pastinya akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Dari simulasi tersebut, tempat yang paling memungkinkan untuk digunakan sebagai lokasi rumah sakit darurat adalah lapangan seluas 80x90 meter yang berada di depan gedung Nusantara I. Di lokasi tersebut bisa dibangun tenda-tenda darurat untuk perawatan pasien COVID-19.
“Tapi kembali lagi harus dipikirkan fasilitas serta sarana/prasarana penunjang lainnya seperti kamar mandi dan ruangan yang lebih proper jika ada kasus-kasus sulit,” ucap LaNyalla.
Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan berbagai tempat yang memungkinkan dijadikan RS Darurat. LaNyalla menyarankan agar tempat-tempat pelatihan milik pemerintah diubah menjadi tempat perawatan pasien Corona.
“Pemerintah, baik pusat maupun daerah, punya banyak tempat pendidikan dan pelatihan yang saya yakin dalam kondisi pandemi ini, fungsinya belum banyak digunakan. Kita bisa manfaatkan lokasi tersebut karena di balai-balai Diklat itu kan punya banyak ruang-ruang aula dan juga kamar-kamar bagi peserta diklat,” ujar mantan Ketua Umum PSSI itu.
La Nyalla juga menilai, pemerintah bisa memanfaatkan hotel-hotel maupun tempat penginapan untuk dijadikan tempat perawatan pasien Covid. Selain bisa menampung pasien, pemerintah dapat membantu pemasukan hotel-hotel dan penginapan yang sekarang ini sepi pengunjung.
“Daripada harus membangun sarana/prasarana yang baru, manfaatkan saja yang memang sudah ada. Hanya tinggal disesuaikan peruntukkannya. Jadi saya pikir untuk memilih lokasi RS Darurat harus rasional, efektif, dan efisien,” kata La Nyalla.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad meninjau langsung beberapa lokasi atau ruangan yang dimungkinkan menjadi ruang perawatan pasien COVID-19, ditemukan sejumlah kendala.
Seperti, tempat tidur pasien yang tidak dapat dimasukan ke dalam lift, banyak ruangan yang kedap suara, sirkulasi udaranya tidak memenuhi standar dan ada beberapa ruangan yang harus dibongkar jika akan digunakan.
Dasco mengungkapkan, salah satu ruangan yang diusulkan untuk ruang perawatan, adalah ruang rapat paripurna yang berada di lantai tiga, Gedung Nusantara II DPR. Namun, ruangan paripurna hanya memiliki 1 lift untuk memasukkan tempat tidur.
"Lift nya hanya satu, memasukan tempat tidur saja tidak cukup. Kemudian ruang paripurna kan tidak rata. Konstruksinya menurun, sehingga agak kesulitan jatuh tempat tidurnya," ungkap pimpinan DPR bidang Korekeu itu, Senin, 12 Juli.
Menurut Dasco, yang bisa dimungkinkan untuk dipergunakan sebagai ruang rawat adalah lapangan bola yang ada di DPR dengan ukuran 80×90 meter. Hanya saja, lapangan tersebut hanya bisa dibangun untuk tenda darurat .
Selain ruang rawat, lanjut Dasco, harus pula dipikirkan sarana kamar mandi dan sarana prasarana lainnya jika ingin mempergunakan lapangan tersebut.
"Di sini juga dipikirkan bagaimana kamar mandinya, bagaimana ini bukan hanya perawatannya saja, tempat dokternya, listrik air dan lain-lain-lain. Nah ini apakah kemudian juga secara teknis efisien atau nggak memakai yang 80x90," ucap politikus Partai Gerindra itu.