Pertama Kali dalam 30 Tahun, Hong Kong Tolak Peringatan Pembantaian Tiananmen Square
Ilustrasi unjuk rasa (Chris Slupski/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Pertama kalinya dalam 30 tahun, polisi Hong Kong menolak izin peringatan peristiwa pembantaian Tiananmen Square. Ada yang bilang pelarangan ini sebagai upaya membatasi gelombang demonstrasi warga yang belakangan kembali memanas. Namun pihak kepolisian menepis hal itu. Mereka beralasan, ini dilakukan untuk mencegah penularan COVID-19. 

Pembantaian Taiananmen Square adalah peristiwa penembakan oleh militer China terhadap warga yang menyerukan reformasi ekonomi dan demokrasi. Kejadian tersebut terjadi pada 4 Juni 1989. Sejak 1990, warga di Hong Kong memperingati hari pembantaian tersebut. 

Seperti ditulis SCMP, aliansi Hong Kong yang mendukung Gerakan Demokratis Patriotik China yang mengorganisasi peringatan tersebut mengatakan bahwa anggota aliansi masih berencana memasuki Victoria Park untuk mengamati keadaan sekitar. Selain itu, mereka juga menyerukan kepada masyarakat untuk bergabung dalam video konferensi daring dan menyalakan lilin di seluruh kota sebagai bentuk peringatan.

Alasan politis?

Seperti diwartakan NPR, upaya penolakan demonstrasi tersebut terjadi di tengah kontroversi seputar usulan undang-undang keamanan nasional China yang dapat membatasi otonomi Hong Kong. "Para sarjana hukum mempertanyakan apakah Beijing memiliki wewenang untuk memberlakukan hukum ini di Hong Kong?"

Hal senada terdengar dari pemimpin aliansi Gerakan Tiananmen Square, Lee Cheuk-yan. Dirinya percaya bahwa pemerintah menggunakan pagebluk COVID-19 untuk menjegal aksi peringatan tersebut.

 

"Kami percaya ini sama sekali tidak masuk akal dan tidak ilmiah karena semuanya normal di Hong Kong. Mareka hanya menggunakan alasan ini untuk menekan aksi kami," kata Cheuk-yan.

Namun, polisi beralasan pelarangan izin aksi yang akan diselenggarakan besok lusa ini adalah untuk membendung penyebaran virus corona baru. "Polisi percaya acara itu tidak hanya akan meningkatkan peluang para peserta untuk tertular virus, namun juga mengancam kehidupan dan kesehatan warga, sehingga membahayakan keselamatan publik dan mempengaruhi hak-hak orang lain," kata pihak kepolisian yang dikutip The Guardian.