Bagikan:

DENPASAR - Pemerintah Provinsi Bali, menerbitkan aturan baru PPKM  darurat. Dalam aturan terbaru itu, semua jenis usaha non esensial wajib tutup atau menerapkan Work From Home (WFH) 100 persen.

Aturan baru tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Pemberlakuan PPKM Darurat COVID-19 dalam Tatanan Kehidupan Era Baru di Bali. 

Kepala Bidang Penegakan Hukum dan Pendisiplinan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Bali I Dewa Nyoman Rai Dharmadi menyebut sudah ada puluhan usaha non esensial yang sudah ditutup paksa dengan berlakunya aturan tersebut. Selain itu, sudah ada ratusan tempat usaha yang menutup tokonya secara sadar atau sukarela.

"Laporannya belum diterima valid, sudah ratusan, menutup sementara kita dorong mereka dengan kesadarannya kecuali yang membandel yang kami denda," kata Dharmadi, Senin, 12 Juli. 

Dharmadi yang juga Kepala Satpol PP Bali ini menerangkan usaha non esensial yang dimaksud seperti toko baju, dealer, shorum hingga mobil.

Sementara, yang boleh buka adalah usaha esensial seperti toko sembako, klinik kesehatan, apotik, bengkel tetapi  dibatasi sampai pukul 20.00 WITA sesuai aturan PPKM darurat. 

Sedangkan warung makan atau restoran juga boleh dibuka tetapi waktunya juga dibatasi dan harus take away dan delivery alias tidak boleh makan di tempat.

"Untuk mengurangi mobilitas masyarakat, ada penutupan usaha non esensial dalam rangka untuk mengurangi aktivitas masyarakat. Kepentingannya untuk mengarahkan masyarakat berdiam diri dulu mengurangi interaksi sehingga tidak ada kerumunan dan tidak ada penularan masif (COVID-19)," jelasnya.

Dharmadi mengatakan, usaha non esensial ditutup sementara sampai PPKM darurat berakhir tanggal 20 Juli. Hal itu, berlaku di seluruh Bali.  Menurutnya, aturan itu berlaku karena melihat kasus harian COVID-19 di Bali meningkat tajam hingga 500-600 kasus positif per hari.

“Ditutup sementara saat PPKM darurat selesai untuk mengurangi penyebaran COVID-19 yang masif. Tujuannya pemerintah untuk menyelamatkan masyarakat yang sehat bisa terkendali Covid-19nya. Bayangkan, kalau terus seperti itu angkanya, kasihan masyarakat yang ingin hidup sehat dan ingin hidup panjang," ujarnya.

Dharmadi mengatakan, petugas gabungan dalam menerapkan penutupan usaha non esensial tidak langsung main tutup paksa. Tetapi, ada tahapan mulai dari teguran dengan meminta untuk menutup secara sukarela.

Namun, bila membandel akan dilakukan penutupan secara paksa hingga denda sebesar Rp1 juta.

"Menutup paksa bila mana mereka tidak melaksanakan teguran itu dan denda bilamana mereka mengabaikan. Sekali lagi, teguran dan arahan kita karena biar tidak menjadi contoh yang tidak baik kepada yang lain," ujarnya.

"Sudah, banyak tempat (tutup paksa) kita ambil yang parah-parah saja. Biasanya kita tutup paksa dan memberikan denda itu rumah makan yang masih melayani pembeli di tempat. Artinya makan di tempat tidak boleh tapi ada yang ngeyel pura-pura tidak tau padahal kita sudah ingatkan. Yang begitu kita denda," kata Dharmadi.