Sinopharm, Vaksin Berbayar yang Dianggap Tak Etis saat Pandemi COVID-19 Menggila
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - PT Kimia Farma Tbk akan membuka layanan Vaksinasi Gotong Royong (VGR) Individu atau vaksinasi berbayar mulai hari ini, Senin, 12 Juli. Program vaksinasi gotong-royong ini diputuskan akan menggunakan vaksin buatan Sinopharm. 

Namun, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai adanya vaksin COVID-19 berbayar untuk individu dinilai tidak etis dan membingungkan. Terlebih, ditengah situasi sulit akibat pandemi saat ini.

"Vaksin berbayar itu tidak etis, di tengah pandemi yang sedang mengganas. oleh karena itu, vaksin berbayar harus ditolak," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, Minggu, 11 Juli.

Menurutnya, kebijakan ini bisa membuat masyarakat malas untuk vaksinasi. Sebab, untuk vaksin gratis saja banyak yang tidak mau, apalagi berbayar.

Selain itu, Tulus menuding kebijakan vaksin gotong royong kategori individu ini membingungkan lantaran menjadi ada dua vaksin COVID-19, gratis dan berbayar. Dari sisi komunikasi publik, hal ini disebutnya 'sangat buruk'.

"Vaksin berbayar juga bisa menimbulkan distrust pada masyarakat, bahwa yang berbayar dianggap kualitasnya lebih baik, dan yang gratis lebih buruk kualitasnya," jelas Tulus.

Karenanya, YLKI mendesak aga Vaksinasi Gotong Royong berbayar untuk kategori individu dibatalkan. Ia menyarankan untuk kembali pada kebijakan semula, yakni perusahaan yang membayar, bukan individu.

Diketahui, aturan baru tentang vaksinasi gotong royong 'berbayar' untuk individu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19 yang merupakan perubahan kedua atas Permenkes Nomor 10 Tahun 2021.

Dalam Permenkes Nomor 19 Tahun 2021, bahwa vaksinasi gotong royong merupakan vaksinasi bagi individu atau perorangan yang pendanaannya dibebankan kepada yang bersangkutan.

Selain itu, vaksinasi gotong royong juga diperuntukkan kepada karyawan, keluarga, atau individu lain terkait dalam keluarga yang pendanaannya ditanggung atau dibebankan pada badan hukum atau badan usaha.

 

Adapun 8 klinik Kimia Farma yang akan melayani vaksinasi berbayar atau vaksinasi gotong-royong individu yaitu:

1. Klinik KFD di Pulo Gadung (Jakarta Timur),

2. KFD Senen (Jakarta Pusat),

3. KF Blok M (Jakarta Selatan),

4. KF Supratman (Bandung),

5. KF Citarum (Semarang),

6. KF Sukoharjo (Solo),

7. KF Sedati (Surabaya),

8. KF Batubulan (Bali).

"Total kapasitas VGR individu dari delapan klinik ini sebanyak 1.700 peserta per hari," kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Kimia Farma Diagnostik Agus Chandra.

 

Tentang vaksin Sinopharm dan harganya

 

Vaksin Sinopharm adalah vaksin COVID-19 yang menggunakan partikel virus yang dimatikan untuk memicu kekebalan terhadap virus, tanpa memiliki risiko respons penyakit serius.

Melansir laman WHO, uji coba fase 3 multi-negara telah menunjukkan bahwa dua dosis Sinopharm dengan interval 21 hari memiliki efikasi sebesar 79 persen terhadap COVID-19.

Vaksin Sinopharm telah mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Selain itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah menyatakan vaksin tersebut aman digunakan. 

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/Menkes/4643/2021 tentang Penetapan Besaran Harga Pembelian Vaksin Produksi Sinopharm dijelaskan, harga pembelian vaksin produksi Sinopharm tersebut sebesar Rp 321.660 per dosis.

Selain itu, ada pula tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp 117.910 per dosis.

Untuk pelaksanaan vaksinasi sendiri, setiap penerima bakal mendapatkan dua kali dosis vaksin. Artinya, harga vaksin gotong royong yang harus dibayarkan per individu adalah sebesar Rp 879.140 untuk dua kali dosis vaksin.

Perbandingan Sinopharm, Sinovac dan AstraZeneca

Dibandingkan dengan dua vaksin lain yang telah digunakan di Indonesia saat ini, yakni Sinovac dan AstraZeneca, vaksin Sinopharm memiliki efikasi yang lebih tinggi.

Dua dosis vaksin Sinovac diketahui memiliki efikasi atau tingkat kemanjuran sebesar 65,3 persen.

Sementara vaksin AstraZeneca memiliki efikasi sebesar 62 persen pada orang yang menerima dua dosis penuh dan mendekati 90 persen pada orang yang menerima satu setengah atau satu dosis penuh. AstraZeneca menggunakan dua persentase ini untuk menarik rata-rata tingkat efikasi 76 persen, dikutip dari Healthline.

Sementara itu, efek samping yang ditimbulkan ketiga vaksin tersebut yang paling umum adalah rasa sakit dan nyeri di tempat suntikan.

Untuk vaksin Sinopharm, efek samping serius yang munkin terjadi adalah mual, gangguan neurologis langka, dan pembekuan darah. Namun, kondisi itu sangat jarang terjadi. Umumnya, efek yang dirasakan oleh penerima adalah sakit kepala, kelelahan, dan reaksi tempat suntikan.

Adapun vaksin Sinovac, ada sakit dan nyeri di tempat suntikan adalah efek samping yang paling umum. Reaksi sistemik lain vaksin Sinovac yang dilaporkan adalah kelelahan, diare, dan kelemahan otot.

Sementara vaksin AstraZeneca memiliki efek samping umum, seperti nyeri tempat suntikan, sakit kepala, dan demam