Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memaparkan terdapat dua ciri bagi daerah yang telah mengalami paparan COVID-19 varian Delta. 

Hal ini diketahuinya setelah melakukan diskusi dengan epidemiolog dan diaspora Indonesia yang ada di luar negeri.

"Cirinya dua, yaitu CT-nya lebih rendah dan kemudian di masa aktifnya lebih cepat. Jadi sembuhnya lebih cepat tapi meningkat keparahannya lebih cepat," kata Menkes Budi dalam konferensi pers yang ditayangkan secara daring, Jumat, 9 Juli.

Dia lantas mencontohkannya dengan data angka CT di Sumatera Barat. Pada akhir Desember 2020 lalu saat varian Delta belum menyebar angka CT terendah mencapai 12,15 namun saat varian ini masuk pada Juni lalu, angka CT terendah mencapai 8,22. 

Hal ini juga terjadi di wilayah Jakarta, Kudus, dan Bangkalan pada Juni lalu di mana angka CT terendah mencapai di bawah 10. 

"Dengan menggunakan komparasi seperti ini, bisa dilihat daerah-daerah yang rata-rata CT minimal rendah yang kemungkinan sudah dimasuki varian Delta," ungkapnya.

Ketika kecenderungan suatu daerah dimasuki varian Delta maka pemerintah harus segera melakukan upaya antisipasi yang tepat sesuai karakteristik varian virus tersebut. Mengingat, varian Delta lebih cepat menular daripada varian Alfa.

"(Varian Delta, red) tidak lebih mematikan tapi penularannya lebih cepat sehingga tata cara perawatan di rumah sakitnya dan agresifitas untuk melakukan testing harus ditingkatkan," tegas Budi.

Menkes Budi meminta pemerintah daerah harus memasukkan angka CT pada sistem pelaporan kasus COVID-19. Hal ini bertujuan agar pemerintah dapat memonitor perkembangan penularan virus varian Delta di berbagai wilayah di Indonesia.

"Kita sudah ambil keputusan, setiap uji PCR, CT Value harus dimasukkan ke dalam sistem pelaporan jadi antisipasi penyebaran Delta (bisa dilakukan, red) di sana," jelasnya.

"Mulai Senin kita mulai ini," pungkasnya.

Tentang CT

Diagnosis COVID-19 dilakukan melalui metode real-time RT-PCR. Dalam tes ini, petugas kesehatan akan mengambil cairan dari tenggorok dan hidung seseorang.

Selanjutnya, sampel dimasukkan ke tabung khusus untuk kemudian diperiksa di laboratorium. Pada tahap berikutnya, sampel diekstraksi menggunakan kit tertentu agar dapat mengeluarkan materi virus yang disasar.

Selanjutnya, materi genetik diperbanyak (amplifikasi) menggunakan mesin real timePCR. Proses tersebut bisa dilakukan sampai sekitar 40 siklus.

Mesin real time PCR memakai floresens sehingga tiap kali diperbanyak, terbentuklah sinyal floresens. Jumlah sinyal floresens yang terbentuk itu berbanding lurus dengan amplifikasi yang terjadi.

Biasanya, hasil tes PCR dari laboratorium hanya memberikan keterangan positif atau negatif. Namun, ada pula fasilitas kesehatan yang turut menambahkan keterangan nilai cycle threshold atau CT dalam lembar hasil PCR. Sebenarnya, apa sih arti nilai CT swab test itu?

Dalam edaran Perhimpunan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik Indonesia (PAMKI) dikutip dari Klikdokter, hasil pemeriksaan real time PCR dinyatakan positif bila terdapat akumulasi sinyal fluoresens.

CT value merupakan jumlah siklus yang diperlukan hingga sinyal fluoresens melampaui atau melewati ambang (threshold).

“Nah, nilai CT berbanding terbalik secara proporsional dengan jumlah asam nukleat target pada sampel. Semakin rendah nilai CT, makin tinggi jumlah asam nukleat target,” kata dr Astrid Wulan Kusumoastuti dikutip Klikdokter.