Fadli Zon Ungkap 5 Alasan Indonesia Harus Minta Bantuan Dunia Tangani COVID-19
ILUSTRASI/VOI

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Fadli Zon menilai pemerintah harus segera meminta bantuan internasional dalam penanganan COVID-19 yang semakin hari semakin tak terkendali. Terutama meminta bantuan negara-negara yang terbukti sudah berhasil mengatasi pandemi. 

"Suka atau tidak suka, kita harus segera meminta bantuan dunia internasional. Ini merupakan persoalan kemanusiaan," ujar Fadli Zon dalam keterangannya, Kamis, 8 Juli.

Menurut Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) itu, ada beberapa alasan Indonesia membutuhkan bantuan internasional. Pertama, rekor kasus baru COVID-19 berkali-kali pecah dalam dua pekan terakhir.  

"Rabu, 7 Juli, kemarin, rekor jumlah kasus positif COVID-19 telah menyentuh angka 34.379. Hanya tinggal soal waktu rekor itu akan segera menembus angka 40.000-an, lalu 50.000-an, jika kita tak segera mengambil langkah luar biasa," ungkap Fadli.

Kedua, kebijakan PPKM Darurat belum bisa membatasi kegiatan masyarakat. Sebab, rakyat merasa perlu mencari nafkah harian untuk kebutuhan hidup sehari-hari karena pemerintah tidak memberi kompensasi atas pembatasan ini.

"Apalagi, hingga hari ini pemerintah masih saja membuka pintu bandara dan pelabuhan. TKA asing dari China masih bisa melenggang masuk. Keadaan ini membuat sebagian masyarakat merasa didiskriminasi," jelas Wakil Ketua DPP Partai Gerindra ini.

Ketiga, kemampuan infrastruktur kesehatan yang dimiliki Indonesia sudah di ambang batas. Berdasarkan data Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), saat ini okupansi tempat tidur berbagai rumah sakit di Pulau Jawa sudah mencapai 100 persen. Belum lagi banyak orang melakukan isoman di rumah masing-masing.

PERSI juga menyampaikan bahwa jumlah kasus aktif telah meningkat di 28 provinsi. Ditambah lagi, ada kelangkaan oksigen dan tabungnya. Serta terjadi panic buying untuk sejumlah obat, vitamin, bahkan susu.

"Wabah saat ini memang masih berpusat di Jawa, namun lonjakan kenaikan kasus, lonjakan okupansi ruangan di rumah sakit, juga terjadi di luar Jawa, seperti Kalimantan Barat, Lampung dan Kepulauan Riau. Jika kasus ini terus meningkat, krisis bukan hanya akan terjadi di rumah sakit-rumah sakit di Jawa, tapi juga di berbagai provinsi lain di luar Jawa," papar Fadli Zon.

Keempat, krisis tenaga kesehatan. Jumlah dokter yang meninggal telah lebih dari 400 orang sejak awal pandemi. Jika digabungkan dengan perawat dan tenaga kesehatan lain jumlahnya bisa menembus ribuan.

Terlebih, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), mencatat tingkat kematian tenaga kesehatan di Indonesia berada di urutan ketiga tertinggi di dunia, bahkan menjadi yang tertinggi di Asia. 

"Jika krisis ini terus memburuk, kita mungkin masih bisa membuka rumah sakit darurat, namun tenaga kesehatan tidak bisa disediakan secara instan," sebutnya.

Kelima, yakni krisis ketersediaan vaksin. Dikatakannya, jumlah penduduk Indonesia yang telah menerima vaksin hingga saat ini kurang dari sekitar 5 persen. Meski pada 30 Juni lalu pemerintah mengumumkan telah menerima 118,7 juta dosis vaksin Sinovac dan AstraZeneca, namun jumlah ini jauh dari cukup untuk memvaksin 181,5 juta orang, atau 70 persen dari populasi.

"Dengan alasan-alasan tadi, pemerintah harus segera mengambil langkah luar biasa dan meminta bantuan dunia internasional. Kibarkan bendera putih dan buka tangan lebar menerima bantuan dari negara-negara sahabat. Kita sangat membutuhkan intervensi global untuk meredam jumlah korban lebih banyak," tegas mantan Wakil Ketua DPR itu.

Paling penting, Fadli mengusulkan agar Presiden Jokowi memimpin langsung situasi darurat ini. Agar koordinasi satu komando berjalan efektif dari pusat hingga daerah. 

"Penanganan COVID-19 di negara kita tidak akan berhasil selama para pejabat pelaksananya bekerja rangkap jabatan," kata Fadli Zon.