JAKARTA - Rencana pemerintah memberikan bantuan sosial (bansos) COVID-19 kepada masyarakat di tengah pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat mendapat sorotan. Penyebabnya, meski bantuan diberikan secara tunai namun risiko penyelewengan masih tinggi.
Risiko ini dikemukakan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menganggap persoalan bansos COVID-19 bukan hanya sekadar anggaran dan komitmen pemerintah yang terbatas saja tapi juga pemuktahiran data.
"Meski Kementerian Sosial tak lagi menyalurkan bansos sembako, potensi korupsi kasus bansos COVID-19 tak serta merta hilang," ungkap peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Rabu, 7 Juli.
Menurutnya, pemberian bansos tunai dan bantuan usaha dari pemerintah rentan disalurkan tak tepat sasaran. Penyebabnya, masih ada data penerima yang tak mutakhir dan data ganda.
Selain itu, korupsi juga bisa terjadi dalam bentuk pungutan liar dan pemotongan bantuan sebelum diterima penerimanya. Praktik semacam ini, kata Kurnia, masih terus bermunculan di tengah masyarakat.
Tak sampai di situ, ICW juga menyebut potensi korupsi pengadaan barang dan jasa juga masih menghantui. Apalagi, pemerintah daerah umumnya menyalurkan bantuan dalam bentuk barang berupa sembako, masker, dan obat-obatan.
Kurnia mengatakan pihaknya sepakat jika program bansos perlu ditingkatkan apalagi di masa PPKM Darurat seperti sekarang. Tapi, ada sejumlah mitigasi yang perlu dilakukan termasuk memastikan penyedia barang dan jasa harus ditunjuk secara terang tanpa nepotisme.
"Regulasi pengadaan darurat perlu dilengkapi mekanisme yang lebih menjamin agar penyedia yang ditunjuk oleh PPK tidak ditunjuk berdasarkan nepotisme melainkan karena rekam jejaknya dalam menyediakan barang sejenis atau terdaftar pada e-katalog," ungkapnya.
BACA JUGA:
Selain itu, peran pengawas internal dan pengawasan masyarakat perlu lebih ditingkatkan dengan membuka informasi terkait program pemerintah. "Berikut informasi pengadaan dan realisasinya," tegas Kurnia.
Sementara untuk menghindari pungutan liar, dia mengatakan pemerintah bisa membuat mekanisme komplain. Hanya saja mekanisme ini harus berjalan lebih efektif dan berkelanjutan.
Sebagai informasi, bantuan sosial tunai akan menyasar 10 juta penerima dan bantuan pangan non tunai bakal diberikan terhadap 18,8 juta penerima. Selain itu, pemerintah juga akan memberikan bantuan melalui program keluarga harapan yang diberikan kepada 10 juta keluarga yang membutuhkan.
Besaran bantuan tunai yang akan diberikan pemerintah mencapai Rp300 ribu per bulan dan disalurkan kepada warga setiap awal bulan. Sedangkan pada Mei dan Juni akan diberikan Rp600 ribu sekaligus.
Bantuan tersebut direncanakan akan cair segera karena PPKM Darurat telah berjalan sejak Sabtu, 3 Juli lalu. Adapun pembatasan kegiatan ini dilakukan untuk mengendalikan kasus COVID-19 di Tanah Air yang belakangan semakin menggila.
Terkait penyaluran bantuan tunai ini, KPK juga sudah memberikan peringatan kepada pemerintah agar prosesnya berjalan transparan dan menjunjung tinggi akuntabilitas.
"KPK berharap kebijakan pemerintah untuk kembali menyalurkan bansos COVID-19 tetap mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaannya sehingga dapat tepat sasaran dan terhindar dari potensi penyimpangan," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati kepada wartawan, Senin, 5 Juli.
Menurutnya, mekanisme penyaluran bansos tunai yang saat ini dipilih pemerintah memang memiliki risiko lebih rendah dibanding bansos natura. "Namun, bukan berarti (pemberian, red) tanpa kendala," tegasnya.
Ipi kemudian memaparkan ada temuan KPK dalam proses penyaluran bantuan sosial yaitu akurasi data penerima yang meliputi kualitas data penerima bantuan, transparansi data, maupun pemutakhiran data.
KPK menyebut saat ini sudah ada sejumlah langkah perbaikan yang telah ditindaklanjuti oleh Kementerian Sosial berdasarkan hasil rekomendasi. Sehingga, perbaikan ini harusnya membuat kualitas data semakin baik ke depannya.
"Pemutakhiran data juga melibatkan peran pemerintah daerah dan pemangku kepentingan terkait lainnya sehingga koordinasi yang intensif dengan para pemangku kepentingan perlu terus dibangun," kata Ipi.
Dengan begitu, bansos yang akan diberikan kepada masyarakat diharap benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan.
"Harapannya, bansos dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang berhak dan membutuhkan, serta akuntabel dari aspek tata laksananya," pungkasnya.