JAKARTA - Polisi tak segan menjatuhkan sanksi tegas terhadap perusahaan non kritikal dan non esensial yang nekat beroperasi saat penerapan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Sanksi tegas tersebut yakni berupa penegakan yustisi hingga ancaman pidana.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Tubagus Ade Hidayat sudah membentuk satgas yang akan menjalankan penegakan hukum (Gakkum) tersebut. Nantinya, kata Tubagus, satgas tersebut yang akan menindak para pelanggar PPKM Darurat, termasuk perusahaan yang bandel.
“Ada beberapa satgas, salah satunya adalah Satgas Gakkum. Satgas Gakkum ini bertujuan untuk menjamin pelaksanaan PPKM Darurat betul-betul dilaksanakan. Apa saja ketentuannya? Tadi sudah disampaikan, ada dua jenis penindakan, yang pertama adalah yustisi, kedua adalah penyidikan, penyidikan masuk tindak pidana,” kata Tubagus Ade Hidayat dikutip Djawanews, Senin, 5 Juli.
Aparat penegak hukum bakal menggunakan Undang-Undang tentang Penanggulangan Wabah untuk menindak tegas para pelanggar PPKM, termasuk perusahaan non esensial yang masih beroperasi.
"Undang-Undang apa yang akan diterapkan? UU yang diterapkan adalah UU tentang penanggulangan wabah. Apa yang dilarang di situ? yang dilarang adalah semua tindakan yang mengahalang-halangi upaya penanggulangan. Lantas apa saja yang disebut dengan penanggulangan, salah satunya penerapan PPKM Darurat yang merupakan salah satu bentuk dari upaya penanggulangan terhadap wabah penyakit,” sambungnya.
Atas dasar itu, kata Tubagus, jika ada poin-poin dalam Undang-Undang tentang Penanggulangan Wabah yang dilanggar, maka dianggap telah menghalang-halangi penanggulangan wabah penyakit. Hal itu yang kemudian bisa diancam pidana.
"Contoh, yang non kritikal dan non esensial yang seharusnya tutup, dia buka, melaksanakan operasional, berarti dia menghalang-halangi terhadap penanggulangan wabah penyakit. Kita terapkan dan akan kita sidik,” tegasnya.
BACA JUGA:
PPKM Darurat Jawa-Bali resmi diberlakukan mulai 3 hingga 20 Juli 2021. Dalam kebijakan itu, diatur untuk pekerja di sektor non esensial menerapkan 100 persen work from home (WFH). Begitu juga dengan kegiatan belajar mengajar, seluruhnya digelar secara online.
Sementara itu, untuk sektor esensial, maksimal 50 persen staf WFH dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes). Sektor kritikal diperbolehkan 100 persen staf work from office (WHO) dengan prokes.
Cakupan esensial yang dimaksud yakni meliputi sektor keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan nonpenanganan karantina COVID-19, serta industri orientasi ekspor.
Cakupan sektor kritikal adalah energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (seperti listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.
Untuk supermarket, pasar tradisional, toko kelontong, dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari dibatasi jam operasional sampai pukul 20.00 waktu setempat dengan kapasitas pengunjung 50 persen. Sedangkan, untuk apotek dan toko obat bisa buka full selama 24 jam.