Bagikan:

BANYUWANGI - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) masih menginvestigasi tenggelamnya KMP Yunicee di perairan Gilimanuk, Bali.

Temuan sementara, KMP Yunicee tak memancarkan sinyal bahaya melalui alat EPIRB atau Emergency Position Indicating Radio Beacon saat tenggelam di Selat Bali.

Hal ini diketahui saat KNKT meminta keterangan Basarnas terkait sinyal bahaya dari kapal. Alat ini seharusnya memancarkan sinyal bahaya secara otomatis ketika tercelup ke dalam air.

EPIRB bila berfungsi dengan baik akan memancarkan sinyal radio tanda darurat ke satelit bila kapal mengalami kecelakaan.

Sinyal tersebut kemudian diterima Basarnas untuk mengetahui titik lokasi kecelakaan dan melakukan penyelamatan secepatnya.

Sinyal ini berisi informasi lokasi kapal, nama kapal, dan siapa kontak dari kapal.

"Kemarin kita engga tahu kenapa alatanya engga transmit (memancarkan sinyal bahaya). Alatnya ini begitu kapal masuk air, alat timbul sendiri dan memancarkan sinyal," kata Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jumat, 2 Juli malam.

Alat ini merupakan kewajiban yang harus ada pada setiap kapal yang berlayar.

"Ini persyaratan jika tak ada alat itu tak diizinkan berlayar," kata dia.

Alat ini penting karena kecelakaan di laut bisa terjadi di mana saja. Misalnya jika kecelakaan di tengah laut, maka alat ini akan memberitahukan posisi atau titik kapal yang kecelakaan.

"Iya kalau ada yg lihat (kecelakaan) kalau sedang di tengah laut bagaimana laporinnya. Alat ini dibuat agar  pertolongan cepat," kata dia.

KNKT, kata dia, saat ini masih mendalami mengapa alat ini sampai tak mengirimkan sinyal. Bisa saja, alat ini diikat di kapal menggunakan rantai sehingga tak timbul ke permukaan.

"Kadang takut dicuri dirantai, ini dilematis, masalah keamanan menyebabkan masalah keselamatan. Ini kita lagi mau gali," katanya.