Kemendikbudristek Tetap Buka Sekolah Tatap Muka di Tengah PPKM Darurat, Begini Syaratnya
Ilustrasi/antara

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah resmi memberlakukan PPKM Darurat di Jawa dan Bali mulai 3-20 Juli 2021. Namun, sekolah tatap muka terbatas akan tetap berlangsung sesuai SKB 4 menteri.

Kemendikbudristek melalui Ditjen PAUD Dikdasmen tetap mengajak sekolah untuk membuka opsi Pembelajaran Tatap Muka atau PTM Terbatas saat PPKM Darurat dengan beberapa syarat.

"Pemerintah memutuskan untuk melaksanakan PPKM Darurat di Jawa dan Bali. Jalan terus (sekolah tatap muka terbatas) dengan mengikuti SKB 4 Menteri dan PPKM Darurat, tidak disamaratakan se Indonesia, daerah yang aman tetap PTM terbatas," ujar Ditjen PAUD Dikdasmen, Jumeri, melalui webinar Kebijakan PTM Terbatas, Kamis, 1 Juli.

Meski tetap membuka opsi PTM terbatas, Jumeri menegaskan, setiap sekolah perlu memperhatikan syarat sekolah tatap muka. Sebab kata dia, perhatian sekolah pada syarat ini bisa menekan risiko penularan COVID-19 d sekolah. Lantas apa syaratnya?

Berikut aturan sekolah tatap muka saat PPKM Darurat:

1. Aturan penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi masih berdasarkan Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dan mengutamakan kesehatan dan keselamatan semua insan pendidikan dan keluarganya.

2. Pembelajaran di masa pandemi akan berlangsung secara dinamis menyesuaikan risiko kesehatan dan keselamatan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, yakni PPKM, baik PPKM Mikro maupun PPKM Darurat.

3. Pembelajaran pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi pada enam provinsi, yaitu provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali wajib melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar dan mengajar dari rumah sesuai ketentuan PPKM Darurat yang berlaku.

4. Satuan pendidikan pada wilayah selain tujuh provinsi dalam PPKM Darurat dapat memberikan opsi pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas setelah memenuhi daftar periksa yang dipersyaratkan.

5. Orang tua/wali pada wilayah selain tujuh provinsi dalam PPKM Darurat memiliki kewenangan penuh dalam memberikan izin kepada anaknya untuk memilih antara mengikuti PTM terbatas atau PJJ. Sekolah wajib menyediakan opsi PTM terbatas dan PJJ, serta tidak melakukan diskriminasi kepada peserta didik yang memilih opsi PJJ

6. Setiap insan pendidikan wajib menerapkan protokol kesehatan 5M, yaitu memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas

7. Bagi pendidik dan tenaga kependidikan pada seluruh jenjang pendidikan diimbau untuk segera melaksanakan vaksinasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Selain syarat sekolah tatap muka di masa PPKM Darurat, setiap pendidik di sekolah juga wajib melaksanakan protokol kesehatan secara ketat serta mengikuti program vaksinasi COVID-19.

Kondisi Tepat Buka Sekolah 

Sebelumnya, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memberikan kriteria situasi yang tepat untuk membuka sekolah, menyusul kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas yang akan dimulai pada Juli 2021.

Ketua IDAI Dr. Aman Bhakti Pulungan menyebutkan sekolah bisa dibuka kembali jika risiko penularan atau positivity rate COVID-19 di bawah angka 10 persen. 

Sedangkan saat ini positivity rate Indonesia pada 22 Juni 2021 masih sebesar 51,62 persen (khusus untuk PCR saja dan tes cepat molekuler).

"Jadi kita persiapkan dari sekarang (anak kembali ke sekolah), positivity rate masih tinggi, kita berusaha semaksimal mungkin turunkan positivity rate. Idealnya sudah 5 persen, meskipun susah sekali, kalau bisa turun di bawah 10 persen kita sudah mulai bisa (buka sekolah)," ujar Dr. Aman diskusi di IG Live IDAI, Selasa, 29 Juni.

Sekedar informasi, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menetapkan angka positivity rate minimal 5 persen, untuk dikatakan pandemi COVID-19 terkendali di satu wilayah atau negara.

Dr. Aman mengatakan, para orangtua juga perlu dipersiapkan untuk kembali bersekolah, karena jika dibiarkan terus menerus dikhawatirkan terjadinya learning loss atau menurunnya pengetahuan dan keterampilan anak.

Padahal kata Dr. Aman, anak-anak adalah penerus bangsa, sehingga jika tidak mengembalikan anak ke sekolah akan berdampak pada kemajuan bangsa Indonesia.

"Tambah lama mereka tidak boleh sekolah, tambah lama juga nanti mereka merusak human capital kita, yang harus disiapkan mereka sesehat mungkin," papar Dr. Aman.

Sehingga ia mengajak semua pihak untuk bekerjasama, dan tidak terus menerus mengharapkan pemerintah. Bersama-sama mengedukasi sesama, agar pandemi COVID-19 bisa terkendali.

"Dalam hal mempersiapkan (pembukaan sekolah), butuh kerjasama kita semua, jangan egois sama-sama saling mengingatkan, sebagai orangtua seluruh imunisasi disiapkan dan setelah anak dapat imunisasi untuk COVID-19 nanti di imunisasi, sesegera mungkin," pungkas Dr. Aman.