Gaduh Wacana 3 Periode Masih Dibahas, NasDem Tantang Politik Keluar dari Jebakan Elektoral
FOTO ILUSTRASI/ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya menilai, keributan terhadap wacana politik kekuasaan seperti masa jabatan presiden 3 periode semakin dibuat dangkal. 

Willy lantas menantang think-tank, masyarakat sipil, dan para politikus untuk keluar dari jebakan politik elektoral rendahan. Sebab, menurutnya, politik punya tugas pendidikan kepada masyarakat yang jauh tertinggal dari tugas politik lain saat ini.

“Pendekatan-pendekatan kuantitatif itu benar-benar sudah menyesatkan. Kita harus keluar dari hal itu. Kalau kita ikuti terus, kualitas demokrasi kita menjadi pertaruhan,” ujar Willy, Jumat, 25 Juni.

Menurut wakil ketua Fraksi NasDem DPR RI itu, soal capres berbasis agama, kesukuan, dan politik populisme sempit juga perlu direstorasi. Diganti dengan pendekatan ilmiah, kemampuan, rekam jejak, dan virtue kepemimpinan.

“Di NasDem hal demikian terus kami usung. Sikap politik ilmiah yang idealis ini memang punya konsekuensi dan kami sudah menerimanya," katanya.

"Pak Surya Paloh sebagai teladan pernah berucap, bahwa dia memimpikan ada Woworuntu dari Sulawesi, Siagian dari Sumatera, hitam kulitnya dan keriting rambutnya dari Papua menjadi Presiden Indonesia dan itu benar-benar dia perjuangkan lewat Partai NasDem,” sambung Willy.

Willy menjelaskan, pertarungan politik di Indonesia pasca orde baru sudah jauh meninggalkan usaha-usaha untuk membangun narasi kebangsaan. Politik kebangsaan, kata dia, jadi dikerdilkan dengan hanya sibuk menempatkan diri pada kekuasaan.

“Narasi Kebangsaan dalam politik dan jagat sosial kita makin langka. Masyarakat sipil, aktivis, dan partai-partai lain saya tantang, ayo kita sama-sama mengaktifkan kembali politik kebangsaan. Ini tugas bersama, hand-in hand kita lakukan ini,” tegas Willy.

Anggota Komisi I DPR itu pun mengingatkan, bahwa politik perlu dikembalikan pada ranah kebangsaan yang non diskriminasi, keluhuran kemanusiaan, yang secara bernas melangkah untuk cita-cita konstitusi. 

“Itu kenapa restorasi menjadi penting. Kalau pada satu sisi politik elektoral adalah tesis dan populisme politik adalah antitesisnya maka kita perlu bangun sintesanya, jalan keluarnya," kata Willy

"Saya sebenarnya menghindari berteori-teori. Namun fakta yang kita lihat adalah demikian. Maka teman-teman aktivis, masyarakat sipil, politisi ayo dong dengan fakta yang ada ini kita buat solusinya, kita jalankan program restorasi” paparnya.

Willy menambahkan, narasi kebangsaan yang sudah makin sayup di tengah masyarakat akan terus menghasilkan politik dangkal jika tidak ada upaya serius mengubahnya.

“Tidak bisa cepat memang, tapi harus dimulai. Narasi kebangsaan yang bukan lagi vis a vis agama, budaya, kesukuan, kaya-miskin. Kita perlu menghidupkan itu, restorasi itu, di jagat politik Indonesia,” ujar Willy.