COVID-19 di Singapura: Pengadilan <i>Online</i> Pertama yang Tuai Kritik Pegiat HAM
Ilustrasi foto (Kelly Sikkema/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Untuk pertama kalinya, persidangan kasus hukuman mati digelar lewat telepon video menggunakan aplikasi Zoom di Singapura. Persidangan kasus transaksi narkoba itu lantas menuai kritik dari komunitas pegiat Hak Asasi Manusia (HAM).

Terpidana itu adalah warga negara Malaysia berusia 37 tahun, Punithan Genasan. Ia mendapat hukuman atas perannya dalam kasus transaksi heroin pada 2011 menurut dokumen persidangan yang dikutip The Guardian

"Demi keselamatan semua yang terlibat, maka dalam proses persidangan dilakukan melalui konferensi video," kata juru bicara pengadilan tinggi Singapura.

Itu menjadi sidang pertama yang menjatuhkan vonis hukuman mati lewat jarak jauh (remote) di pengadilan Singapura. Setelah mendapat putusan tersebut, Pengacara Genasan, Peter Fernando mengaku sedang mempertimbangkan proses banding.

Ia sendiri tak keberatan dengan prosedur penjatuhan vonis secara remote selama putusan tersebut masih terdengar jelas. Sedangkan dari pihak Zoom di California sendiri belum menanggapi kejadian tersebut.

Menuai kritik pegiat HAM

Kritik justru datang dari kelompok-kelompok yang menyuarakan hak asasi manusia terkait penggunaan Zoom pada proses persidangan kasus-kasus besar. Salah satu kritik itu datang dari Human Rights Watch Asia yang bilang bahwa penggunaan tekonologi jarak jauh seperti Zoom untuk menghukum mati seseorang membuat polemik semakin parah. 

"Penggunaan hukuman mati di Singapura pada dasarnya kejam dan tidak berperikemanusiaan, dan penggunaan teknologi jarak jauh seperti Zoom untuk menghukum mati seseorang membuatnya semakin parah," kata Phil Robertson, wakil direktur divisi Human Rights Watch Asia. Sebelumnya HRW juga mengkritik kasus serupa di Nigeria dimana hukuman mati disampaikan melalui Zoom. 

Pandemi COVID-19 membuat banyak persidangan di Singapura tertunda akibat kebijakan karantina wilayah yang digelar pada awal April sampai 1 Juni mendatang. Sedangkan kasus-kasus yang dianggap penting telah diproses dari jarak jauh. 

Seperti diketahui, Negeri Singa menerapkan kebijakan nol toleransi terhadap kasus narkoba. Dalam beberapa dekade terakhir negera tersebut telah menggantung ratusan orang baik luar maupun dari dalam negeri karena melakukan pelanggaran narkotika.