Kemendikbud Tunggu Arahan Gugus Tugas Terkait Pembukaan Sekolah
Mendikbud Nadiem Makarim (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, menjawab isu pembukaan sekolah kembali setelah kegiatan belajar mengajar dilakukan di rumah.

Kata Nadiem, Kemendikbud memang sudah menyiapkan berbagai skenario yang sesuai dengan kondisi di lapangan tapi keputusannya bukan diambil oleh mereka melainkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.

"Harus diketahui bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah siap dengan semua skenario tapi bagaimana penangananya dalam skenario apapun itu terus menjadi diskusi dengan pakar dan keputusan itu masih dikaji gugus tugas," kata Nadiem dalam rapat kerja virtual yang ditayangkan di YouTube DPR RI, Rabu, 20 Mei.

Dia mengatakan, setelah Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mengambil keputusan Kemendikbud kemudian bertugas mengeksekusi dan mengatur pelaksanaannya.

Berkaitan kapan keputusan pembukaan sekolah akan diambil oleh Gugus Tugas, Nadiem mengaku belum tahu pasti.

Apalagi, COVID-19 adalah masalah kesehatan secara nasional. Sehingga, dia lebih memilih untuk menunggu keputusan dari satgas yang dipimpin oleh Doni Monardo tersebut.

"Saya tidak bisa memberikan statment apapun soal itu. Keputusan ada di Gugus Tugas," tegasnya.

Jika benar sekolah dibuka pemerintah harus perbaiki koordinasi

Beberapa waktu yang lalu ramai isu pembelajaran di sekolah akan kembali dilakukan meski pandemi COVID-19 masih terjadi di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta, pemerintah tak gegabah memutuskan untuk membuka kembali sekolah, meskipun sekolah itu hanya yang berada di zona hijau COVID-19.

Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim menilai, koordinasi pemerintah pusat dan daerah harus diperbaiki. Sebab koordinasi pusat dan daerah atau sebaliknya kurang baik. Hal itu dilihat dari penanganan bantuan sosial (bansos) ke masyarakat.

Dikhawatirkan, koordinasi kembali tidak berjalan jika nanti menangani sekolah yang dibuka untuk kegiatan belajar selama wabah virus corona. Akibatnya, penularan virus semakin menyebar ke kalangan pelajar.

"Pemerintah pusat dan daerah mesti memperbaiki koordinasi, komunikasi, dan pendataannya. Apakah di satu wilayah benar-benar sudah aman dari sebaran COVID-19 atau belum," kata Satriawan kepada wartawan, Minggu, 17 Mei.

"Jangan sampai karena buruknya pendataan, setelah masuk sekolah Juli nanti, justru siswa dan guru jadi korban terkena COVID-19. Risikonya terlalu besar," lanjut dia.

Oleh sebab itu, Satriawan meminta siswa tetap diperkenankan belajar di rumah saat awal tahun ajaran baru pada Juli mendatang, baik secara online maupun offline.

Selama itu dilakukan, pemerintah mesti memperbaiki layanan, kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran, dan dukungan akses internet. Pemerintah juga mesti mempersiapkan pedoman masa orientasi siswa (MOS) dengan menyesuaikan kegiatan belajar di rumah dan protokol pencegahan COVID-19.

"Pembelajaran jarak jauh bisa menjadi opsi terbaik sampai satu semester ke depan, atau setidaknya sampai kurva COVID-19 betul-betul melandai, dengan mempertimbangkan masukan dari para ahli kesehatan," jelas Satriawan.

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta juga menyebut telah menyiapkan sejumlah alternatif kegiatan belajar mengajar saat siswa memasuki tahun ajaran baru pada Juli mendatang mulai dari masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS).

Skenario pertama adalah membuka sebagian sekolah dan mengadakan kegiatan belajar di sekolah oleh seluruh siswa. Kedua, membuka sebagian sekolah dan kegiatan belajar di sekolah dilakukan sebagian siswa. Ketiga, membuka semua sekolah namun sebagian siswa diperkenankan belajar dari rumah.

Skenario pembukaan sekolah ini dipertimbangkan sesuai dengan pemetaan daerah yang merupakan zona hijau COVID-19. Sementara, sekolah yang berada di zona merah COVID-19 atau daerah dengan penularan virus yang tinggi tak diperhitungkan untuk dibuka.

"Kita harus melihat peta lokasi sekolah dengan sebaran COVID-19. Di Jakarta ini ada red zone dan green zone. Misalnya, di Rorotan itu belum terdeteksi ada COVID sama sekali. Tempat itu bersih, jadi tidak ada masalah," ujar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Kemudian, Anies juga meminta Dinas Pendidikan DKI untuk memastikan kesiapan sekolah dan guru agar bisa menerapkan protokol pencegahan COVID-19 di sekolah, seperti alat pelindung diri seperti masker, sterilisasi ruang kelas, dan menganjurkan siswanya untuk sering mencuci tangan menggunakan sabun.