Bagikan:

JAKARTA - Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Dewi Sartika menyatakan, pelaksanaan sekolah tahun ajaran 2020/2021 tetap dengan mekanisme pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan tidak dilakukan secara tatap muka bertemu di sekolah. 

Pelaksanaan sekolah tahun ajaran 2020/2021 di satuan pendidikan SMA/SMK/SLB Jawa Barat akan dimulai pada minggu ketiga Juli 2020 atau Senin (13/7/20), sesuai dengan ketetapan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. 

"Keputusan tersebut diambil setelah mempertimbangan sejumlah hal, seperti Surat Edaran Kemendikbud dan arahan Gugus Tugas COVID-19, baik pusat maupun provinsi," kata Dewi dilansir dari laman Pemprov Jawa Barat, Kamis, 4 Juni. 

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, sektor pendidikan tak bisa dibuka dalam waktu dekat. Katanya, pemprov Jawa Barat memperkirakan pembukaan sektor pendidikan terjadi pada Januari 2021.

"Untuk pendidikan saya sampaikan belum dibuka sekarang, masih dibahas, wacana yang mengemuka nanti Januari (2021) itu yang paling bisa kita perhitungkan. Kita butuh waktu dan tidak boleh mengorbankan anak-anak. Tapi kalau ada keputusan tidak di Januari, nanti kita sampaikan secara khusus," kata Ridwan, Rabu, 3 Juni.

Ilustrasi sekolah (Irfan Meidianto/VOI)

Sudut pandang dari guru

Rencana pemprov Jabar ini ditanggapi positif oleh tenaga pengajar. Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (Wasekjen FSGI) Satriawan Salim mengatakan, rencana ini sangat baik bagi tenaga pengajar dari segi kesehatan. Sebab, mereka tak perlu ke luar rumah dan membahayakan diri dengan potensi tertular COVID-19.

Bukan tanpa alasan, hal ini karena merujuk pada data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang mengusulkan kegiatan belajar secara tatap muka ditunda hingga akhir Desember 2020. Namun, selama enam bulan hingga masa wacana itu berlaku tetap diterapkan konsep pembelajaran jarak jauh (PJJ).

"Kalau Ridwan Kamil dalam hal ini memilih opsi yang seperti tadi (membuka sektor pendidikan Januari 2021) kami setuju," ucap Satriawan kepada VOI, Kamis, 4 November.

Dia menambahkan, ketika Dinas Penididikan Provinsi Jawa Barat membuka sektor pendidikan, perlu disiapkan pedoman yang lebih baik terkait dengan proses belajar mengajar dan strandar protokol kesehatan. Sehingga, ketika pendidikan dibuka, tenaga pengajar tidak merasa takut dalam menjalankan tugasnya.

"Bagi saya harus ada protokol kesehatan yang ketat, tetap menggunakan metode kenormalan baru, tetap menggunakan masker, tetap cuci tangan, dan kemudian tetap jaga jarak. Sekolah harus menyediakan wastafel yang diperbanyak dan hand sanitizer," kata Satriawan.

"Selanjutnya, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis sangat penting rasanya bagi sekolah ya, bagi guru agar bertindak sesuai dengan pedoman. Sehingga arahnya jelas gitu termasuk juga dengan protokol kesehatan tadi," tegas Satriawan.

Ilustrasi sekolah (Irfan Meidianto/VOI)

Sudut pandang dari murid

Pembukaan sektor pendidikan di awal tahun 2021 mendapat respon negatif dari sisi anak-anak sebagai murid. Alasannya, hal ini membuat masa stres murid makin panjang. Selama penerapan PJJ, tingkat stres pada anak meningkat karena tugas sekolah yang menumpuk.

Selain itu, PJJ membuat anak terlalu lama berada di rumah dan tak bersosialisai dengan dunia luar. Ini pula yang membuat tingkat stres anak meningkat. Kemudian, pengaruh orang tua yang tak bisa mengelola dan mendidik anak selama PJJ juga meningkatkan stres anak.

"Anak-anak akan tambah stres kalau orang tuanya mengalami stres juga. Terutama kalau orang tuanya bingung untuk melakukan apa di rumah dan apa yang bisa diberikan kepada anak-anaknya," kata  Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Rose Mini Agoes Salim. 

Menurut Rose, konsep belajar jarak jauh harus juga diisi dengan hiburan-hiburan tertentu. Dengan begitu, tingkat stres pada anak akan berkurang. Selain itu, materi pembelajaran pun akan mudah dicerna oleh anak dan tentunya akan lebih efektif.

"Jadi intinya harus ada pembelajaran dari sekolah agar orang tua terbantu," pungkas Rose Mini.