Krisis COVID-19 Seperti India Sudah di Depan Mata Jika Indonesia Tak Serius Tekan Kasus
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Kasus baru COVID-19 di Indonesia bertambah 20.574 dalam satu hari, kemarin. Angka ini merupakan yang tertinggi selama pandemi. Sebelumnya, kasus COVID-19 harian terbanyak terjadi pada 23 Juni dengan 15.308 kasus.

Ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Tri Yunis Miko Wahyono menganggap kegentingan COVID-19 di Indonesia bisa terjadi seperti di India jika penanganan pengendalian kasus tak serius.

India sempat mengalami penambahan ratusan ribu kasus positif baru setiap harinya. Banyak pasien COVID-19 yang tak mendapat ruang perawatan di rumah sakit karena penuh.

"Menurut saya, sekarang peningkatan kasusnya luar biasa dan kita berhadapan dengan varian kasus yang luar biasa. Kalau pemerintah tidak cepat dan tepat dalam menanggulangi ini, percayalah, apa yang pernah terjadi di India sudah di depan mata," kata Miko kepada VOI, Jumat, 25 Juni.

Sejak awal, pemerintah optimis penerapan PPKM mikro efekfif menanggulangi COVID-19. Pemerintah memegang contoh penurunan kasus pada awal tahun, di mana pertambahan kasus harian hanya berkisar 5.000 kasus per hari, dari sebelumnya sempat melonjak 14 ribu kasus per hari.

Namun, menurut Miko, pelandaian kasus saat itu terjadi bukan karena penularan virus berkurang. Dari hasil pengamatannya, penurunan kasus disebabkan oleh kesengajaan pemerintah daerah menurunkan jumlah penelusuran (tracing) dan pemeriksaan (testing).

"Sebenarnya, waktu itu kasus menurun karena banyak daerah yang tak mau ditetapkan sebagai zona merah. Karenanya, mereka menurunkan kapasitas tracing dan testing. Kalau dua hal itu sedikit, kan artinya temuan kasus juga ikut sedikit," ungkap Miko.

"Jadi, apa yang terjadi pada hari ini bukan melonjak, hanya mendekati angka keterpaparan COVID-19 yang sebenarnya," jelas dia. 

Butuh langkah radikal daripada sekadar PPKM Mikro

Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap memilih PPKM Mikro sebagai kebijakan pengendalian situasi pandemi hari ini. Ini sekaligus membantah dorongan banyak pihak agar pemerintah mengambil langkah lockdown

"Pemerintah telah memutuskan PPKM mikro masih menjadi kebijakan yang paling tepat untuk menghentikan laju penularan COVID-19 hingga ke tingkat desa atau langsung ke akar masalah," kata Jokowi dalam konferensi pers, Rabu, 23 Juni.

Hermawan Saputra, anggota dewan pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menilai pemerintah perlu langkah lebih radikal ketimbang PPKM Mikro. Selain klaster-klaster yang tak terselesaikan, Indonesia juga dibebani dengan virus corona varian Delta yang menular lebih cepat.

PPKM Mikro, menurut Hermawan tak akan menyelesaikan persoalan karena pencegahannya tidak menyeluruh di satu wilayah, melainkan hanya di tatanan kecil, yaitu RT dan RW. Ada dua opsi yang ditawarkan Hermawan: Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan karantina wilayah.

PSBB dapat dilakukan terbatas di pulau-pulau besar, seperti Jawa, Sumatra, juga Kalimantan. Sementara, karantina wilayah akan berimplikasi pada penutupan bandara, transportasi lokal, hingga pengawasan ketat terhadap aktivitas di dalam wilayah. "Situasi saat ini sangat berbeda," kata Hermawan.

"Jika pemerintah menunda-nunda (pengambilan langkah radikal), kerugian akan terus bertambah, ekonomi tidak akan pulih, dan kesehatan masyarakat terkatung-katung," tambah dia, dikutip DW, Rabu, 23 Juni.