Bagikan:

JAKARTA - Pencarian obat dan vaksin untuk COVID-19 membawa para peneliti ke cara-cara tradisional. Di Kanada, para peneliti menyatakan ekstrak ganja dapat melindungi manusia dari virus corona jenis baru. Temuan ini jadi harapan, mengingat berbagai uji coba terhadap olahan bahan kimia selalu menemui jalan buntu.

Dr. Igor Kovalchuck, seorang profesor ilmu biologi di Universitas Lethbridge menyebut penelitian ini sebagai awal dari kemungkinan-kemungkinan penting di masa mendatang. "Hasilnya terhadap COVID-19 berasal dari penelitian kami pada radang sendi, penyakit Crohn, kanker dan lainnya,” katanya, dikutip dari DW, Selasa, 13 Mei.

Dalam penelitian terungkap bahwa beberapa jenis ganja dapat meningkatkan resistensi tubuh untuk melawan virus. Jenis-jenis ganja itu juga dapat mengurangi kemampuan virus untuk bertahan, bereproduksi, dan menyebar di dalam tubuh, terutama paru-paru.

Penelitian Kovalchuck dan rekan-rekannya itu diterbitkan di preprints.org, sebuah laman jurnal ilmiah online. Di laman itu, ilmuwan-ilmuwan dunia dapat memublikasikan hasil penelitian mereka secara independen tanpa perlu diverifikasi oleh ahli-ahli berotoritas.

Dalam makalah itu, Kovalchuck dan rekan menjelaskan bahwa mereka mengembangkan beberapa jenis ganja secara khusus. Di antaranya menunjukkan reaksi sangat baik dalam menghalau virus corona jenis baru memasuki tubuh manusia.

Caranya?

Konsumsi ganja dengan diisap (Unsplash)

Makalah itu menjelaskan bagaimana cara ganja menghalau corona. Dijelaskan, virus corona membutuhkan reseptor untuk memasuki sel inang di dalam tubuh manusia. Reseptor itu dikenal dengan "angiotensin-converting enzyme II” atau ACE2.

ACE2 biasanya ditemukan di jaringan paru-paru, di lendir mulut, hidung, ginjal, testis, serta saluran pencernaan. Dalam teori yang mereka jelaskan, ganja mampu memodifikasi level ACE2 di "pintu masuk" ke sel inang manusia.

Dengan menurunkan level ACE2 di pintu masuk sel inang, kerentanan terhadap virus corona dapat diminimalisir. Dalam bahasa sederhana, ganja bekerja untuk mengurangi risiko infeksi. "Jika tidak ada ACE2 pada jaringan, virus tidak akan masuk,” dijelaskan.

Di fasilitas penelitian mereka di Alberta, Kovalhuck Cs mengembangkan lebih dari delapan ratus varian cannabis sativa. Seluruh jenisnya dimodifikasi untuk mendapatkan kandungan cannabidiol (CBD) yang tinggi.

CBD yang juga biasa disebut cannabinoid adalah senyawa utama lain dari ganja di samping THC (tetrahydro cannabidiol). Jika THC memainkan peran penting sebagai zat yang memunculkan reaksi psikoaktif ketika ganja dikonsumsi, CBD dikenal sebagai zat ajaib, obat dari berbagai macam penyakit.

Tidak. CBD tidak menyembuhkan sebuah penyakit lewat reaksi perlawanan langsung. CBD bekerja dengan mengoptimalkan kerja organ-organ tubuh. Ketika organ tubuh bekerja dalam fungsinya yang prima, tubuh akan memiliki kemampuan sendiri untuk melawan berbagai penyakit.

Hal itu memungkinkan karena setiap manusia sejatinya memiliki "senyawa ganja" di dalam sistem saraf serta jaringan kekebalan dan endokrin. Senyawa ganja itu dikenal dengan nama endocannabinoid.

Ketika CBD masuk ke dalam jaringan tubuh manusia, ia akan memicu kerja sistem kekebalan tubuh yang disokong oleh endocannabinoid yang pada dasarnya adalah molekul yang berperan sebagai reseptor pengikat senyawa CBD.

Sejumlah riset telah menemukan sejuta manfaat dari CBD sebagai ganja medis. Ganja medis diketahui dapat memperbaiki kondisi kesehatan akibat kanker, diabetes, hingga demensia.