Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy meminta, agar verifikasi dan validasi data calon penerima bantuan sosial di lapangan melibatkan peran para pendamping di tingkat bawah.

Pendamping yang dimaksud adalah pendamping program keluarga harapan (PKH), pendamping desa, tenaga badan kependudukan dan keluarga berencana nasional (BKKBN) dan Taruna Siaga Bencana (Tagana) untuk mendapatkan data di lapangan.

"Validasi data ini agar diserahkan kepada para pendamping dengan didampingi RT/RW. Semua dalam rangka untuk memfinalisasi pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sehingga setelah COVID-19, ada satu basis data baru yang telah di-refresh, yang bisa dijadikan dasar untuk bantuan berikutnya," ujarnya, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Jumat, 8 Mei.

Tak hanya itu, Muhadjir pun mengusulkan, untuk dibentuk tim yang terdiri dari para pendamping dengan koordinasi kementerian/lembaga di bawah lingkup Kemenko PMK seperti Kemensos, Kemendes PDTT, BKKBN, dan yang lainnya dalam rangka mempercepat pendataan menuju pemutakhiran DTKS.

"Saya pikir masalahnya di updating dan shortcut. Dengan keterlibatan para pendamping tadi saya harapkan akan bisa mempercepat pemutakhiran data di DTKS," tuturnya.

Sementara itu, Muhadjir mengatakan, hasil pemutakhiran data tersebut juga diharapkan bisa segera dipakai untuk proses penyaluran bansos tunai dana desa yang saat ini tengah dipersiapkan oleh Kemendes PDTT dan Kemensos.

"Kemendes dan Kemensos sebagai dua kementerian yang menjadi tulang punggung percepatan penanganan COVID-19, saya mohon koordinasi juga dengan Wagub DKI dan para kepala daerah untuk sinkronisasi data sehingga bansos presiden dapat tersalurkan dengan baik," ucapnya.

Muhadjir juga mengingatkan, agar skema pembagiannya untuk bansos tunai ini benar-benar diperhatikan dan dirapikan kembali datanya.

Data dari Daerah

Kementerian Sosial mengungkap, data yang digunakan untuk menyalurkan bantuan sosial adalah data yang didapatkan dari daerah. Data tersebut memang tidak diverifikasi kembali, sebab di masa pandemi virus corona atau COVID-19, pemerintah tidak punya waktu banyak.

Menteri Sosial Juliari Batubara mengatakan, bantuan sosial di tengah pandemi ini sifatnya hanya bantalan. Karena itu, pemerintah harus gerak cepat menyalurkan bantuan. Semua data yang dipakai didapat dari dinas sosial masing-masing daerah.

"Mau tidak mau suka atau tidak suka Kami memang hampir bisa dibilang 100 persen mengambil data yang dikirimkan oleh daerah.

Sehingga kelayakan atau tidak kelayakan dari calon-calon penerima bantuan sosial yang kami terima itu memang bukan tanggung jawab kami," tuturnya, dalam rapat kerja secara virtual dengan Komisi VIII, Rabu, 6 Mei.

Juliari beralasan, daerah yang lebih memahami kondisi warganya, termasuk mengenai pendataan calon penerima bantuan. Ia menjelaskan, yang dimaksud daerah adalah kepala daerah sampai ketingkat desa maupun kelurahan.

Juliari mengakui, sulitnya melakukan pendataan masyarakat miskin yang berhak menerima bantuan sosial. Karena itu, dia menyayangkan, jika ada pihak yang menganggap melakukan pendapatan adalah sesuatu yang mudah.

"Sekarang tiba-tiba semakin banyak orang yang menjadi ahli soal data. Menganggap data itu sesuatu yang mudah, suatu hal yang simpel. Padahal kita ini negara kepulauan dengan penduduk 270 juta dengan sekian ribu bahasa, dengan sekian ratus adat istiadat, juga tentunya memiliki kearifan lokal tersendiri, termasuk juga dalam hal pendataan," ucapnya.

Tak hanya itu, menurut Juliari, tidak semua daerah mudah untuk dilakukan pendataan. Apalagi, kualitas sumber daya manusia (SDM) di level terbawah tidak sama antara daerah satu dengan daerah lain dalam melakukan pendataan.

Terjadi Tsunami Bantuan di Daerah

Juliari Batubara mengatakan, jenis bantuan sosial untuk masyarakat yang terdampak COVID-19 cukup melimpah. Masyarakat banyak mendapatkan bantuan dari berbagai sumber. Namun, hal ini justru menganggu proses distribusi bantuan tunai yang diberikan pemerintah pusat.

"Bantuannya banyak, jadi memang di bawah ini saya istilahkan sebagai tsunami bansos gitu," katanya.

Menteri Sosial Juliari Batubara membantu memberikan bansos. (Foto: Kementerian Sosial)

Juliari mengatakan, kondisi tersebut membuat pendataan untuk bantuan langsung tunai (BLT) menjadi terbengkalai. Hal ini karena fokus petugas pendataan di daerah menjadi terpecah. Akibatnya, BLT ini tidak kunjung diterima oleh masyarakat yang membutuhkan.

Selain dari Kemensos, masyarakat juga mendapatkan bantuan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Lalu, setiap pemerintah provinsi dan kabupaten/kota juga melakukan hal serupa untuk membantu masyarakat.

"Ini memang karena bansos saat ini hampir bersamaan turunnya sehingga aparat-aparat di bawah mungkin mengalami kesulitan dalam pendataan," katanya.