Bagikan:

JAKARTA - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo disarankan pindah partai politik jika ingin tetap mencalonkan diri sebagai calon presiden di Pilpres 2024. Salah satunya, Partai NasDem. Sebab, partai besutan Surya Paloh itu akan membuka konvensi capres pada 2022 mendatang.

Cara ini merupakan solusi jika Ganjar tidak diakomodir Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Terlebih dalam hasil terbaru lembaga survei Y-Publica, elektabilitas Ganjar terus melaju hingga berhasil tembus 20,2 persen.

Bahkan Lembaga Riset Parameter Politik Indonesia (PPI) mencatat pada Februari 2021 lalu, popularitas antara Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan Ganjar setara di kalangan pemilih PDIP yang berada di kisaran 60-62 persen.

Lantas bagaimana respons PDIP jika Ganjar betul-betul ingin pindah ke Partai NasDem?

"Ditanyakan langsung saja kepada GP (Ganjar Pranowo, red)," ujar politikus senior PDIP Hendrawan saat dihubungi VOI, Senin, 31 Mei.

Sementara, Partai NasDem menyatakan terbuka dengan segala dinamika politik yang ada. Termasuk soal Ganjar.

"Kalau NasDem prinsipnya terbuka untuk semua tokoh-tokoh yang muncul. Kita tidak membatasi diri kita, sembari itu kan kita tidak mau jadi lenong rumpi," ujar Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya kepada VOI, Senin, 31 Mei.

Willy mengatakan, konvensi capres Partai NasDem harus dihelat dengan persyaratan tiket penuh. Sehingga, partainya terus berkonsolidasi.

"Konvensi harus kita helat dengan persyaratan tiket full, maka kemudian NasDem sekarang konsen dalam 2 ranah. Membangun koalisi dan kecukupan syarat. Kedua sedang menyusun piranti-piranti konvensi," ungkap anggota Komisi I DPR itu.

Apabila Ganjar berniat untuk ikut konvensi Capres, kata Willy, NasDem tentu terbuka. Apalagi, Ganjar sudah memiliki modal elektabilitas yang cukup tinggi.

"Kan orang yang ikut konvensi enggak perlu jadi kader NasDem. Siapa saja bebas," katanya.

Kendati demikian, lanjutnya, sebagai kriteria capres yang diusung NasDem si calon harus memenuhi 3 elemen. Yakni elektabilitas, kapabilitas dan integritas.

"Selama ini kan kita selalu monolitik, terlalu elektoral heavy. Segala sesuatu diukur berdasarkan elektabilitas. Nah kita justru konvensi ini ingin menghadirkan elemen yang kedua dan ketiga. Elemen kedua itu kapabilitas. Ketiga integritas," jelasnya.

"Elektabilitas tinggi kalau tidak diikuti kapabilitas dan integritas itu sama bohong juga. Maka kemudian selama proses konvensi itu kan akan dibuat panggung bagaimana dia memaparkan apa yang ingin dia lakukan, lalu ada ruang dialog dan uji publik," tambahnya.

Legislator asal Jawa Timur itu mengatakan, elektabilitas memang penting di dalam ruang kompetisi dan kontestasi. Namun, bagi NasDem untuk menjadi seorang presiden elektabilitas saja belum cukup.

"Ini kan urusan menjadi presiden, maka kemudian kita juga jangan melupakan integritas dan kapabilitas secara paket utuh. Karena presiden cuma ada satu, tidak ada presiden dua, presiden tiga. Nah itu yang sedang kita coba majukan," paparnya. 

Willy menambahkan, ini memang sebuah tradisi baru karena NasDem akan membawa calon tersebut ke semua provinsi untuk di uji publik.

"Jadi tidak hanya di dalam debat capres tapi ruang itu diuji kembali oleh publik. Jadi tidak semata mata mata hanya elektabilitas," tandas Willy.

Prediksi Langkah Ganjar

Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Andriadi Achmad meyakini Ganjar Pranowo bakal melompat ke NasDem apabila tak direstui PDIP untuk Nyapres di 2024.

"Ada kemungkinan Ganjar Pranowo akan pindah ke parpol lain (Nasdem, red), jika tidak diakomodir PDIP naik panggung dalam kontestasi pilpres 2024," ujar Andriadi kepada VOI, Senin, 31 Mei.

Menurutnya, elektabilitas Ganjar yang terus menanjak sangat memungkinkan dirinya dekat dengan kemenangan. Terlebih, jika PDIP mau mengusungnya maka posisi gubernur Jateng dua periode itu bisa menggeser Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.

"Mengingat elektabilitas Ganjar Pranowo berada di posisi tiga besar. Bahkan bila didorong dan didukung oleh PDIP sejak dini, bisa saja elektabilitas Ganjar Pranowo melesat ke posisi satu bersaing dengan Prabowo dan Anies Baswedan," kata direktur eksekutif Nusantara Institute PolCom SRC itu.

Sebaliknya, lanjut dia, PDIP akan tumbang dan kehilangan panggung, bahkan kehilangan kursi presiden jika salah dalam kalkulasi soal sosok capres 2024. 

"Jatuhnya pilihan PDIP ke Jokowi (di luar trah Soekarno, red) pada pilpres 2014, bukti bahwa siapa pun kader yang potensial dan memiliki elektabilitas tinggi bisa diajukan sebagai capres PDIP. Begitu juga dalam pilpres 2024, jika Puan sebagai kader (trah Soekarno, red) tidak menunjukkan tingkat elektabilitas tinggi maka kader lain, misalnya Ganjar Pranowo bisa diajukan sebagai Capres 2024," jelasnya.

Kendati demikian, tiket capres PDIP masih berada ditangan Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum. Di mana dalam sistem perpolitikan Indonesia pemimpin bertipe solidarity maker atau the good father (bapak utama) dalam sebuah parpol masih menjadi penentu utama jalan mundurnya parpol.

Namun, apabila Ganjar betul-betul lompat partai, Andriadi memprediksi PDIP Jawa Tengah akan pecah kongsi.

Jika Ganjar Pranowo pindah ke NasDem, maka loyalisnya akan ikut berpindah dan itu bisa jadi menyebabkan pecahnya PDIP khususnya Jateng dan Indonesia pada umumnya," kata Andriadi.

Tentu, tambahnya, hak ini akan merugikan PDIP secara elektoral dan menguntungkan NasDem. 

"Suara NasDem melesat pada pemilu 2014 dan 2019, disebabkan sejak awal mendukung Jokowi sebagai capres 2014 dan 2019," pungkas Andriadi.

Sedangkan, pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago memprediksi Ganjar Pranowo tidak akan pindah ke partai politik lain, termasuk NasDem meski tak diusung PDIP. Sebab menurutnya, gubernur Jateng dua periode itu akan tetap loyal bersama partai banteng.

"Ganjar darah PDIP. Bicara Ganjar ya bicara PDIP. Saya pikir tidak akan mau pindah partai dan loyal bersama PDIP," ujar Pangi kepada VOI, Senin, 31 Mei.

"Kalau Ganjar kemudian tak diusung PDI Perjuangan kemudian mencari partai lain enggak mungkin. Dia juga enggak akan mau," sambungnya.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu, menyebut ada sejumlah hal yang membuat Ganjar tetap loyal pada PDIP. Salah satunya, hubungan kedua belah pihak yang sudah mendarah daging. Karenanya, Ganjar dan PDI Perjuangan tak bisa dipisahkan.

"Kalau orang bicara Ganjar ya PDI Perjuangan. Begitu juga sebaliknya," kata Pangi.

Menyoal pencalonan Pilpres, Pangi menilai potensi Ganjar memenangkan kontestasi lebih besar bila diusung PDI Perjuangan. Sebab, mesin partai bakal totalitas memperjuangkan kemenangan.

"Hal berbeda kalau diusung partai lain. Karena Ganjar bukan kader internal partai tersebut," sebutnya.

Untuk itu, Pangi mengatakan, tak ada yang bisa menjamin elektabilitas Ganjar tetap moncer sekalipun pindah ke parpol lain. Sebab, basis pemilih Ganjar mayoritas adalah pemilih tetap PDIP.

"Pemilih Ganjar itu pemilih PDIP. Saya juga melihat pemilih Jokowi kemarin pada pemilu 2019 sekarang basis pemilihnya bergeser ke Ganjar. Walaupun rakyat Indonesia dianggap memilih berbasiskan figur, tapi pada basis pemilih Jawa Tengah tetap memilih berdasarkan basis parpol yang mengusung," jelasnya.

Apabila PDIP tak memberi tiket ke Ganjar, tambah Pangi, maka otomatis dia kehilangan basis pemilihnya.

"Lumbung elektoral atau kunci suara itu ada pada Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta dan Banten," tandas Pangi.