Bagikan:

JAKARTA - Partai Gerindra dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tengah merajut kembali hubungan mereka untuk berkoalisi di Pilpres 2024. Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto bakal disandingkan dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani.

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai pasangan ini bisa menerima kekalahan pada Pilpres 2024, apabila pemilu berlangsung secara objektif. 

"Kalau pemilunya benar objektif, ya bisa kalah juga. Misalkan kalau lawannya Anies dan Khofifah aja, mereka bisa unggul," ujar Ujang kepada VOI, dikutip Minggu, 30 Mei.

Namun, kata Ujang, dinamika politik masih akan terus berubah. Terlebih Pemilu 2024 masih sekitar tiga tahun lagi.

"Semua masih kemungkinan. Sifatnya simulasi yang baru kemungkinan, bisa iya bisa tidak, masih bergerak menuju 2024 nanti," sambungnya.

Kendati demikian, soal sosok, Ujang meyakini Puan Maharani akan dipaksakan PDIP untuk menjadi salah satu calon baik capres maupun cawapres 2024.

"Saya berkeyakinan Puan akan dipaksakan dan didorong entah capres atau cawapres. Kalau capres terlalu berat mungkin cawapres aja," kata direktur Indonesia Political Review (IPR) itu.

"Soal siapa pasangannya atau mengusung sendiri itu tergantung dinamika politik yang terjadi nanti," imbuhnya.

Menyinggung soal duet Prabowo-Puan untuk menebus perjanjian Batu Tulis, Ujang menuturkan bahwa tensi politik PDIP dan Gerindra sedari dulu masih naik turun. Sehingga, belum tentu pada Pilpres 2024 nanti partai Banteng akan bergandengan dengan partai Garuda.

"Politik saat ini sangat pragmatis, tergantung dinamika politik yang terjadi. Belum tentu juga Prabowo berpasangan dengan puan," tuturnya.

"Di politik itu hari ini bisa bergandengan besok jadi lawan. Hari ini lawan besok bergandengan. Itulah yang terjadi dengan PDIP-Gerindra masa lalu, panas adem, naik turun," demikian kata Ujang Komarudin.