JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menyebut terjadi diskriminasi dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan (prokes). Hal itu yang menjadi salah satu alasan bagi hakim hanya menjatuhkan sanksi denda dalam kasus Megamendung
Pernyataan itu bermula ketika majelis hakim menyatakan beberapa hal pertimbangan dalam menentukan putusan dalam kasus tersebut.
Majelis hakim menyinggung pemberian sanksi pidana penjara sebagai ultimum remedium tidak diperlukan lagi. Sehingga, usai menilik pelanggaran yang terjadi dibeberapa lokasi, Satgas COVID-19 telah menjatuhkan sanksi administratif dan sosial yang lebih humanis.
"Telah terjadi ketimpangan perlakuan atau diskriminasi yang seharusnya tidak terjadi dalam NKRI yang mengagungkan negara hukum bukan negara kekuasaan," kata hakim dalam persidangan, Kamis, 27 Mei
Selain itu, hakim juga menyebut hampir semua pelanggaran prokes terjadi karena ketidaksengajaan. Sebab masyarakat sudah jenuh terhadap kondisi pandemi COVID-19.
"Telah terjadi pengabaian protokol kesehatan oleh masyarakat itu sendiri karena kejenuhan terhadap kondisi pandemi ini dan juga ada pembedaan perlakuan diantara masyarakat satu sama lain," ungkap hakim.
Dengan dasar itu, majelis hakim memutuskan hanya memvonis Rizieq dengan sanksi pidana denda Rp20 juta
"Menjatuhkan sanksi pidana yang digantungkan dalam kurungan (penjara). Hakim menilai perbuatan yang dilakukan terdakwa adalah delik culpa atau perbuatan yang tidak disengaja," ujar hakim.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Rizieq Shihab divonis pidana denda Rp20 juta subsider 5 bulan penjara atas perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) di Megamendung. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam tuntutan jaksa, Rizieq dituntut 10 bulan penjara. Selain itu, jaksa mewajibkan Rizeq untuk membayar denda Rp50 juta subsider 3 bulan penjara.