2 Terdakwa Pemerkosa Anak Bawah Umur Divonis Bebas, KPPA Aceh Minta Qanun Jinayat Direvisi
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

ACEH - Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA) Aceh meminta Qanun Hukum Jinayat Aceh segera direvisi.

Permintaan ini menyusul vonis bebas dari Mahkamah Syar'iyah Aceh terhadap terdakwa kasus dugaan pemerkosa anak di bawah umur di Aceh Besar.

"Vonis bebas Mahkamah Syar'iyah Aceh terhadap terdakwa semakin membuktikan bahwa qanun jinayat sangat tidak berpihak pada anak korban kekerasan seksual, perlu segera direvisi," kata Komisioner KPPA Aceh, Firdaus Nyak Idin di Banda Aceh dikutip dari Antara, Senin, 24 Mei. 

Untuk diketahui, dua terdakwa pelaku pemerkosaan anak di bawah umur di Aceh yakni seorang ayah dan paman dari korban, divonis bebas oleh Mahkamah Syar'iyah.

Terdakwa ayah korban berinisial MA divonis bebas Mahkamah Syar’iyah Jantho, Kabupaten Aceh Besar pada Selasa, 30 Maret 2021. MA dinilai tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan jarimah pemerkosaan terhadap korban.

Sementara terhadap paman korban yaitu DP, saat itu hakim Mahkamah Syar'iyah Jantho menjatuhkan hukuman 16,6 tahun atau 200 bulan penjara.

Kemudian, terdakwa DP melalui kuasa hukumnya mengajukan banding ke Mahkamah Syar'iyah Provinsi Aceh. Pada tingkatan ini hakim membebaskan paman korban tersebut, dan kini kedua terduga pelaku itu telah dibebaskan.

Firdaus menyampaikan, jika qanun jinayat ini belum perspektif perlindungan anak, maka sumber daya manusianya kemungkinan besar juga tidak peka terhadap perlindungan anak.

Belum lagi, kata Firdaus, pengalaman hakim Mahkamah Syar'iyah yang terbiasa dengan perkara perdata itu, diduga masih rendah pengalaman dalam menangani perkara pidana, termasuk kekerasan seksual terhadap anak.

"Sejak dulu KPPA menolak qanun jinayat, menolak Mahkamah Syar'iyah yang menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak. Karena sejak awal disusunnya qanun itu tidak melibatkan para pihak yang memiliki perspektif perlindungan anak," ujarnya.

Maka dari itu, lanjut Firdaus, KPPA mendesak Pemerintah Aceh melalui Dinas Syariat Islam dan DPRA untuk segera merevisi qanun jinayat Aceh tersebut, terutama tentang pasal yang berkaitan dengan anak.

Selanjutnya, dirinya juga meminta penanganan kasus anak menggunakan UU Perlindungan Anak serta UU Sistem Peradilan Pidana Anak.

"Singkatnya, qanun jinayat dan Mahkamah Syar'iyah sebaiknya tidak mengurus masalah pidana terkait anak yang tak mereka pahami," demikian Firdaus.