JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta klarifikasi kepada Kepala Cabang Dinas (Kacabdin) Pendidikan Wilayah VIlI Kabupaten Bengkulu Tengah, Adang Parlindungan terkait status sanksi siswi penghina Palestina.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mennyebut, ternyata siswi berinisial MS tersebut hanya dikembalikan sementara ke orang tuanya, bukan dikeluarkan dari sekolah.
"Pernyataan ini kemudian diralat Kacabdin, Adang Parlindungan dan juga Kepala SMAN 1 Bengkulu Tengah yang menyatakan bahwa MS hanya dikembalikan ke orang tua. Itu pun atas permintaan orang tua MS sendiri melalui surat pengunduran diri yang ditandatangani orangtua MS," kata Retno dalam keterangannya, Senin, 24 Mei.
Selama proses dikembalikan ke orang tua untuk sementara, Retno bilang MS dijamin akan tetap mendapatkan pembelajaran dan ujian kenaikan kelas secara daring.
Sanksi dikembalikan ke orang tua sementara adalah bagian dari sanksi bahwa orang tua harus membina anaknya untuk menyadari kesalahannya dan tidak akan mengulangi perbuatan yang sama kelak di kemudian hari. Oleh karena itu, orang tua wajib untuk mendidik karakter MS agar dapat memperbaiki diri.
“KPAI sudah memastikan bahwa data Dapodik atas nama MS masih berada di sekolahnya, SMAN 1 Bengkulu Tengah. Mungkin sanksi MS dikembalikan ke orang tua mirip dengan istilah skorsing," tutur Retno.
Sebagai informasi, MS membuat rekaman ujaran kebencian terhadap Palestina yang saat ini sedang berkonflik dengan Israel. Dalam unggahan berdurasi 8 detik yang sudah dihapus oleh TikTok itu MS merekam dirinya menyuarakan hujatan terhadap Palestina.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Bengkulu memastikan siswi kelas II SMA di Kabupaten Bengkulu Tengah Bengkulu yang melakukan ujaran kebencian menghina Palestina tidak akan putus sekolah.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Bengkulu Eri Yulian Hidayat menegaskan pihaknya tidak pernah mencabut hak siswi tersebut untuk melanjutkan pendidikan setelah video berdurasi delapan detik yang berisi hujatan terhadap Palestina yang diunggahnya ke media sosial TikTok menjadi viral.
"Hak anak tersebut untuk mendapatkan pendidikan tidak pernah dicabut. Dia akan tetap bersekolah, namun karena beban psikologis tentu dia tidak bersekolah di sekolah asalnya lagi," kata Eri di Bengkulu dikutip Antara, Kamis, 20 Mei.