Bagikan:

YOGYAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pengawasan dan penanganan kasus dugaan pemaksaan penggunaan jilbab kepada salah satu siswi SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengungkapkan, pihaknya bersama tim dari Kemendikbudristek dan perwakilan Pemprov DIY meminta penjelasan mengenai ketentuan seragam sekolah di SMAN 1 Banguntapan.

Sebab, beredar selebaran panduan penggunaan seragam sekolah di SMAN 1 Banguntapan yang dilengkapi gambar. Di mana, terdapat ketentuan menggunakan kemeja panjang dan rok atau celana panjang serta jilbab.

Retno menyebut, selebaran ini diakui oleh pihak sekolah sebagai dokumen yang di keluarkan sekolah dan dibagikan kepada peserta didik. Padahal, menurut dia, hal ini tidak sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

“Ketentuan seragam dan diperkuat dengan gambar, di sekolah anak korban tidak sesuai dengan ketentuan dari Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam bagi peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah”, kata Retno dalam keterangannya di Yogyakarta, Kamis, 4 Agustus.

Retno melanjutkan, tim juga juga sempat berkeliling area sekolah. Saat memasuki area sekolah, Retno melihat peserta didik di dalam kelas dan sedang berolahraga. Semua siswi yang ia lihat memang mengenakan jilbab.

"Saat masuk ke dua kelas, semua anak perempuan memang berjilbab. Begitupun ketika berkeliling sekolah dan menyapa para peserta didik. Menurut keterangan kepala sekolah, memang siswi muslim di sekolah tersebut berjilbab meskipun tidak aturan sekolah wajib menggunakan jilbab,” ungkap Retno.

Retno pun meminta kronologi peristiwa dugaan pemaksaan penggunaan jilbab versi pihak sekolah. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 18, 20, 25, dan 26 Juli 2022. Tim mencatat dan mendalami keterangan dari kepala sekolah dan wakil kepsek bidang kurikulum, guru BK, dan wali kelas.

Namun, keterangan pihak sekolah berbeda dengan pengakuan keluarga siswi kelas X yang diduga dipaksa mengenakan jilbab tersebut.

“Pada intinya, guru BK dan wali kelas memang mengakui ada peristiwa memasangkan jilbab pada anak korban di dalam ruang BK, namun dalihnya hanya sebagai tutorial”, jelas Retno.

Karenanya, Retno menuturkan KPAI dan Itjen Kemendikbudristek masih akan bertemu dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga Provinsi DIY untuk meminta keterangan penanganan kasus dan proses pemeriksaan pihak sekolah dalam kasus dugaan pemaksaan jilbab ini.

“KPAI dan Itjen Kemendikbudristek akan terus mengawal kasus ini, dan seluruh hasil pengawasan akan dipergunakan sebagai landasan mengeluarkan rekomendasi atas kasus tersebut”, imbuhnya.